KONTROVERSI KONDOM
Kondom terbuat dari bahan latex (karet), bahan ini merupakan senyawa hidrokarbon dengan polimerisasi yang berarti mempunyai serat dan berpori-pori. Di samping itu karena proses pembuatan pabrik kondom juga memiliki lubang cacat mikroskopis atau “pinholes”.
Kondom Tidak 100% Aman
Beberapa data berikut ini kiranya dapat menyadarkan kita semua terhadap kontroversi kondom yang selama ini diperdebatkan :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Lytle, et. al. (1992) dari Division of Life Sciences, Rockville, Maryland, USA, membuktikan bahwa penetrasi kondom oleh partikel sekecil virus HIV/AIDS dapat terdeteksi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Carey, et. al. (1992) dari Division of Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA, menemukan kenyataan bahwa virus HIV dapat menembus kondom. Kondom yang beredar di pasaran 30% bocor.
3. Direktur Jenderal WHO, Hiroshi Nakajima (1993) menyatakan bahwa efektivitas kondom diragukan.
4. Pernyataan J. Mann (1995) dari Harvard AIDS Institute yang menyatakan bahwa tingkat keamanan kondom (bebas kebocoran) hanya 70%.
5. Dalam konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995) dilaporkan bahwa
penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pori-pori kondom berdiameter 1/60 mikron
dalam keadaan tidak meregang, sedangkan bila dalam keadaan meregang pori-pori
tersebut mencapai 10 kali lebih besar. Sementara kecil-nya virus HIV berdiameter 1/250
mikron. Dengan demikian jelas bahwa virus HIV dapat dengan leluasa menembus kondom.
6. Laporan dari majalah Customer Reports (1995) menyatakan bahwa pemeriksaan dengan menggunakan elektron mikroskop dapat dilihat pori-pori kondom yang 10 kali lebih besar dari virus HIV (Rep. 1/11/95).
7. Pernyataan dari M. Potts (1995) Presiden Family Health International, salah seorang pencipta kondom mengakui antara lain bahwa : “Kami tidak dapat memberitahukan kepada khalayak ramai sejauh mana kondom dapat memberikan perlindungan pada seseorang. Sebab, menyuruh mereka yang telah masuk ke dalam kehidupan yang memiliki resiko tinggi (seks bebas dan pelacuran) ini untuk memakai kondom, sama saja artinya dengan menyuruh orang yang mabuk memasang sabuk ke lehernya” (Rep. 12/11/95).
8. Pernyataan dari V. Cline (1995), profesor psikologi dari Universitas Utah, Amerika Serikat, menegaskan bahwa memberi kepercayaan kepada remaja atas keselamatan berhubungan seksual dengan menggunakan kondom adalah sangat keliru. Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan (Rep. 12/11/95).
9. Pernyataan pakar AIDS, R. Smith (1995), setelah bertahun-tahun mengikuti ancaman AIDS dan penggunaan kondom, mengecam mereka yang telah menyebarkan “safe sex” dengan cara menggunakan kondom sebagai “sama saja dengan mengundang kematian”. Selanjutnya beliau mengetengahkan pendapat agar resiko penularan/penyebaran HIV/AIDS diberantas dengan cara menghindari hubungan seksual di luar nikah (Rep. 12/11/95).
10. Di Indonesia pada tahun 1996 yang lalu kondom yang diimport dari Hongkong ditarik dari peredaran karena 50% bocor.
11. Tingkat keamanan kondom (bebas kebocoran) di negara-negara berkembang rata-rata hanya 70%. Kondom terbuat dari latex yang peka terhadap sinar (matahari dan lampu), oksigen dan kelembaban. Umur pakai kondom hanya 5 tahun. Dikhawatirkan, banyak kondom yang diimpor dari luar negeri sudah melewati batas waktunya. Penyimpanan yang tidak hati-hati dapat menyebabkan kondom berjamur, robek bahkan copot sama sekali. Kalau diamati, penyimpanan kondom di apotik-apotik yang sering diletakkan di bawah lampu neon. Keadaan bertambah gawat kalau penyimpanan di gudangnya kurang hati-hati atau kurang teliti misalnya diletakkan di lantai.
Namun terdapat fakta yang lebih memprihatinkan, yaitu orang umumnya membeli kondom justru di pinggir jalan. Dari berbagai penelitian di Indonesia menunjukkan orang membeli kondom di penjual rokok dan jamu atau kios obat kaki lima. Dari 10 orang petualang seks 3 orang kemungkinan tidak aman dari serangan HIV, karena itu seks yang aman adalah yang dilakukan hanya dengan pasangan yang sah (Lubis, F., 1996).
12. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Biran Affandi (2000) menyatakan bahwa tingkat kegagalan kondom dalam Keluarga Berencana mencapai 20%. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan dari Prof. Dr. Haryono Suyono (1994) bahwa kondom dirancang untuk Keluarga Berencana dan bukan untuk mencegah virus HIV/AIDS. Kondom adalah untuk mencegah penetrasi sperma, bukan untuk mencegah penetrasi virus HIV/AIDS.
13. Gereja Katholik (Vatikan) menyerukan kepada masyarakat bahwa kondom tidak melindungi seseorang dari ketularan virus HIV. Selanjutnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Kim Barnes (2003) dari BBC London, menyatakan bahwa cara yang terbaik agar terhindar dari virus HIV/AIDS adalah abstinentia, yaitu tidak mengadakan hubungan seksual di luar nikah.
14. Alfonso Lopez Trujillo (2003) seorang cardinal senior dari Vatikan menyatakan bahwa virus HIV dapat menembus dinding kondom. Kecilnya virus HIV 1/450 lebih kecil dari sperma. Sperma saja masih bisa menembus lapisan kondom, apalagi virus HIV.
15. Gordon Wambi (2003) seorang aktivis AIDS menyatakan ketidaksetujuannya pemakaian kondom. Hal ini sesuai dengan Vatican’s Pontifical Council for Family yang menyerukan kepada pemerintah agar tidak menganjurkan pemakaian kondom kepada rakyatnya; kampanye kondom sama saja resikonya dengan kampanye rokok, bahayanya sama.
16. Sejak kondom mudah diperoleh penyebaran HIV/AIDS menjadi melesat dengan pesat, disimpulkan bahwa kondom membantu penularan penyebaran HIV/AIDS, demikian dikemukakan oleh Archbishop of Nairobi (Raphael Ndingi Nzeki, 2003).
17. Selanjutnya gereja Katholik menganjurkan kepada salah satu pasangan suami-istri yang
terinfeksi untuk tidak menggunakan kondom, sebab virus HIV bisa menembusnya dan
menulari pasangannya yang lain. Dewasa ini dunia (2003) sedang menghadapi global
pandemic HIV/AIDS yang telah menewaskan lebih dari 20 juta orang dan menginfeksi 42
juta.
18. Berita terbaru datang dari Washington diberitakan oleh Associated Press (AP) yang dikutip oleh koran Tempo (12 November 2005), yang menyebutkan ada peringatan dari Food and Drug Administrations (FDA) perihal mengenai peringatan pada kemasan kondom. FDA mengharapkan dalam kemasan kondom tertera peringatan bahwa kondom hanya sedikit efektif mencegah penyebaran penyakit seksual yang menular seperti virus herpes genitalis, virus papilloma dan virus HIV/AIDS. Kondom adalah untuk mencegah penetrasi sperma, bukan untuk mencegah penetrasi virus HIV/AIDS.
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan keji dan sejahat-jahat perjalanan serta terkutuk" (Q.S. Al Israa', 17 : 32).
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan itulah orang-orang pendusta” (Q.S. An Nahl, 16 : 105).
“Apabila perzinaan sudah meluas di masyarakat dan dilakukan secara terang-terangan (dianggap biasa),maka infeksi dan penyakit mematikan yang sebelumnya tidak terdapat pada nenek-moyangnya, akan menyebar diantara mereka”. (H.R. Ibn Majah, Al Bazzar dan Baihaqi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar