ANGKA RAWAT INAP ULANG (“KEKAMBUHAN/RELAPSE”)
PASIEN KETERGANTUNGAN OPIAT
Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater
Guru Besar Tetap FKUI
Pendahuluan
Sebagaimana telah dikemukakan di muka bahwa Metode Prof. Dadang Hawari
dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin angka kekambuhan (“Relapse”).
Studi kepustakaan menunjukkan bahwa angka kekambuhan cukup tinggi, yaitu 43,9 % (Pattison, E.M., 1980). Tinggi rendahnya angka kekambuhan antara lain tergantung pada metode terapi yang dilakukan terhadap pasien NAZA.
Untuk memberikan tolok ukur angka kekambuhan dalam pengalaman praktek sehari-hari
cukup sulit, karena keterangan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya seringkali
kurang akurat. Untuk menghindari hal tersebut di atas, maka dalam uraian berikut ini yang
dimaksudkan angka kekambuhan (“relapse”) adalah mereka yang dirawat ulang di Rumah Sakit yang menggunakan Metode Prof. Dadang Hawari.
Selain itu juga diuraikan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kekambuhan, dan
hubungan antara kekambuhan dengan faktor rajin atau tidaknya yang bersangkutan
menjalankan ibadah sesuai dengan metode (berobat dan bertobat).
Tabel I
Rumah Sakit | Jumlah Pasien Rawat Inap | Jumlah Pasien Rawat Inap Ulang (kambuh) | Persentase Rawat Inap Ulang (kambuh) |
RS. Indah Medika | 743 | 121 | 16,28 % |
RS. Agung | 1.120 | 136 | 12,14 % |
RS. MM Abadi | 251 | 18 | 7,17 % |
RS. MH. Thamrin | 286 | 18 | 6,29 % |
J u m l a h | 2.400 | 293 | 12,21 %*) |
*) (293 : 2400) X 100% = 12,21%
Catatan :
Data pasien diambil dari :
RS. Indah Medika : selama tahun 1997, 1998 dan 1999.
RS. Agung : dari Oktober 1997, 1998 dan 1999.
RS. MM Abadi : dari Nopember 1998 dan 1999.
RS. MH. Thamrin : dari Januari 1999 hingga Desember 1999.
Kesimpulan :
Bila diasumsikan bahwa rawat inap ulang tersebut di atas sebagai angka kekambuhan
(“relapse"), maka dengan Metode Prof. Dadang Hawari ini angka kekambuhan dapat ditekan menjadi 12,21 % (Tabel I). Besar kecilnya angka kekambuhan amat tergantung
dari dipatuhinya panduan Metode Prof. Dadang Hawari. Selain daripada itu faktor eksternal, yaitu banyaknya NAZA yang beredar dan kemudahan memperolehnya merupakan faktor yang cukup dominan, selain faktor dari pasien itu sendiri (faktor internal).
Dari penelitian ada 3 faktor utama terjadinya kekambuhan, yaitu :
1. Faktor teman, pasien bergaul kembali dengan teman-
teman sesama pemakai NAZA atau bandarnya.
2. Faktor sugesti (“craving/desire”), pasien tidak mampu
menahan keinginan (sugesti) untuk memakai lagi NAZA.
3. Faktor stres, pasien mengalami stres atau frustrasi
(suntuk) sehingga “melarikan diri” lagi ke NAZA.
Untuk mengetahui faktor mana yang paling dominan bagi terjadinya kekambuhan, dilakukan penelitian terhadap pasien yang dirawat ulang sebagaimana tercantum pada
tabel I, (293 pasien).
Tabel II
Faktor/Penyebab | Jumlah Pasien (yang kambuh) | Persentase |
Teman | 171 | 58,36 % |
Sugesti | 68 | 23,21 % |
Stres | 54 | 18,43 % |
J u m l a h | 293 | 100,00 % |
Kesimpulan :
Dari tabel II di atas ternyata faktor teman (teman kelompok / ”peer group”) paling besar pengaruhnya bagi terjadinya kekambuhan. Dari penelitian (Hawari, 1990) disebutkan bahwa pengaruh / bujukan teman merupakan 80 % dari awal seseorang
menggunakan NAZA; dan selanjutnya dari teman itu pula suplai diperoleh untuk pemakaian berikutnya; dan dari teman itu jugalah kekambuhan terjadi.
Pada metode Prof. Dadang Hawari (berobat dan bertobat), menjalankan shalat,
do’a dan dzikir amat penting untuk mengurangi risiko kekambuhan, terutama yang disebabkan
oleh 3 faktor diatas (Tabel II). Uraian berikut ini menggambarkan hubungan antara ketaatan menjalani ibadah dengan risiko kekambuhan.
Tabel III :
Ketaatan Beribadah | Jumlah Pasien (yang kambuh) | Persentase |
Rajin | 20 | 6,83 % |
Kadang-kadang | 63 | 21,50 % |
Tidak | 210 | 71,67 % |
J u m l a h | 293 | 100,00 % |
Kesimpulan :
Dari tabel III di atas dapat disimpulkan bahwa mereka yang rajin menjalankan ibadah untuk memperkuat iman bahwa NAZA itu haram hukumnya baik dari segi agama maupun
Undang-undang, dan oleh karenanya harus dihindari maka risiko kekambuhan amat
kecil (6,83%). Sementara mereka yang tidak menjalankan ibadah risiko kekambuhan jauh lebih tinggi (71,67 %).
Rujukan :
Hawari, Dadang : “Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif”, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1991.
Hawari, Dadang : “Terapi (Detoksifikasi) Metode Prof. Dadang Hawari”, edisi VI, UI Press, 2004.
Hawari, Dadang : “Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA”, Balai Penerbit FKUI, edisi I, cetakan V, 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar