TOPAN BADAI MENGHADAPI MASA REMAJA
Oleh: Veronica Sri
Utami
Masa remaja memang berbeda dari masa kanak-kanak. “Beda dalam hal kemampuan
berpikir, hormonal, perkembangan fisik, juga perkembangan sosial emosionalnya,”
ungkap Octaviani Indrasari Ranakusuma, Psi, M.Si, dosen Fakultas Psikologi.
Octa, demikian panggilan akrabnya, yang kini tengah menempuh program
doktoralnya, juga tak menampik bahwa banyak orangtua yang pusing menghadapi
anak-anak yang memasuki usia remaja. “Sejumlah ahli bahkan menyebut masa remaja
sebagai masa ‘thunder-and-storm’, suatu masa yang penuh gemuruh layaknya topan
badai,” kata Octa.
Meski begitu, Anda tak perlu terlalu khawatir, karena menurut Siti Rahayu
Haditono dalam buku Psikologi Perkembangan, sesungguhnya konflik antara
orangtua dengan remaja jarang sekali menyangkut sesuatu yang besar atau serius.
“Sebetulnya konfliknya tidak betul-betul serius. Dalam sebuah wawancara
terhadap 1000 orang remaja dan orangtuanya, perbedaan pendapat antara orangtua
dan anak berkisar pada masalah penampilan, pemilihan teman, dan jam pulang pada
malam hari,” katanya.
Tapi, bagaimanapun juga, pendampingan dari orang tua tetap diperlukan bagi
para remaja ini. Salah satu masalah utama yang seringkali dihadapi orang tua
adalah remaja yang MARAH-MARAH SEPANJANG WAKTU. Menurut Katherine Gordy Levine,
penulis buku When Good Kids Do Bad Things – a Survival Guide for Parents of
Teenagers, kemarahan remaja adalah salah satu tingkah laku yang tidak
bisa Anda ubah. “Ini memang kenyataan yang tidak menyenangkan. Tapi apa pun
yang Anda lakukan, sesabar-sabarnya Anda mendengarkan, betapa pun baiknya Anda
merespons sikapnya, “perang” ini akan terus berjalan,” ungkapnya.
Levine menjelaskan, kadangkala remaja mencoba menyulut kemarahan pihak lain
hanya untuk menutupi perasaannya sendiri, atau sebgai respons atas
ketidaknyamanan yang di rasakan.
Lalu, bagaimana cara menghadapi?
Berikut adalah beberapa saran dari para ahli:
1. Coba analisa kemarahannya. Jika itu adalah sesuatu yang masuk akal,
cobalah untuk berdiskusi dan membuat perubahan (aturan, misalnya) yang menjadi
alasan kemarahannya.
2. Jangan terlalu mengambil hati, terutama jika asal muasal kemarahannya
sebenarnya bukanlah pada diri Anda
3. Tentukan kapan waktu bereaksi yang tepat. Jika anak remaja Anda hanya
memasang wajah marah, misalnya, biarkan saja. Tapi, ketika ia mulai
mengeluarkan kata-kata kasar, atau membanting pintu dengan keras, mungkin itu
waktunya Anda merespon (dengan bijak, tentunya) agar “perang” ini tak menjadi
makin besar.
4. Minimalkan respons agar Anda tak ikut “terbakar”. Tom Alibrandi, seorang
penulis dan konselor menyebutkan 5 kata yang bisa meminimalkan keterlibatan
emosi Anda saat “adu mulut” dengan anak remaja Anda. Kelima kata itu ialah: Ya,
Tidak, Oh benarkah?, Wow, Terserah kamu deh. Lihatlah apa yang terjadi
selanjutnya, untuk menentukan seberapa efektif respons Anda, dan apakah Anda
perlu melakukan hal lain.
5. Akui segera jika Anda memiliki kekurangan atau kesalahan.
6. Pertahankan aturan yang Anda buat (khususnya yang menyangkut keamanan
dan keselamatan anak Anda. Jam malam, misalnya).
7. Ingatkan terus diri Anda untuk sabar. Fase kemarahan remaja ini akan
berlalu, dan ia akan menjadi seorang dewasa yang membuat Anda bangga.