Senin, 04 Oktober 2010

PROGRAM PEMULIHAN NARKOBA MELALUI TERAPI ISLAM


SADAR (Media Komunikasi Resmi BNN) 2008

Artikel

PROGRAM PEMULIHAN NARKOBA MELALUI TERAPI ISLAM

"DAN Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke mana pun kamu menghadap, di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas (Rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui." (al Quran, 2: 115).

DALAM agama Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menanggulangi narkoba dengan memanfaatkan berbagai macam terapi. Di antaranya Therapeutic Community (TC), Family and Couple Support, Harm Redaction, Demand Reduction, Sock Therapy, 12 Steps, Konseling, Chatarsis, Modelling, Prevention, Therapeutic, Relapse Prevention (Aftercare), Gaya Hidup Sehat, Self Help Group, dan lain-lain dengan melibatkan selurh ilmu kesehatan fisik, mental, dan kesehatan lingkungan hidup, baik ilmu kesehatan Timur maupun ilmu Barat, berdasarkan firman Allah SWT. Lalu bagaimana yang dimaksud dengan program dasar penanggulangan atau narkoba melalui teknik Terapi Islam?

Program Dasar Terapi Islam

Ini merupakan program-program sadar yang diajukan oleh Terapi Islam untuk masyarakat luas. Sesuaikanlah dengan situasi dan kondisi serta sarana dan prasarana yang ada. Masing-masing program ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Diharapkan dengan cara disatukan, akan menjadi suatu sistem yang saling terkait, saling melengkapi kelebihan dan saling menutupi kekurangan.

1. Jangan Bersedih, Kembalilah ke Agama

Merupakan suatu program inovasi dengan mengembangkan nasihat-nasihat dari sebuah buku berjudul La Tahzan (Jangan Bersedih!) karya Dr Aidh al Qarni. Sub program seperti ini juga akan diberlakukan pada setiap karya tulis segenap kaum Muslimin-dari zaman dulu sampai sekarang-yang sesuai dengan visi dan misi Islam Therapy.

Untuk di rumah, sebagai bagian dari program Family & Couple Therapy, luangkanlah waktu bersama keluarga, untuk bersama-sama mendengarkan pembacaan buku La Tahzan. Satu orang membaca, yang lainnya mendengarkan.

2) Islam Therapy on The Screen

Adalah acara pemutaran Film-film Sains Islami, bahaya penyahgunaan narkoba, HIV/AIDS, bahaya kecelakaan lalu-lintas, dan lain sebagainya di pusat-pusat nongkrong anak muda, di sekolah-sekolah, dan dari desa ke desa sebagai upaya penyuluhan dan preventif sekaligus menumbuhkan keimanan melalui bukti-bukti sains. Sulit mengajak masyarakat untuk menjadikan Islam sebagai modalitas terapi, sedangkan masyarakat tersebut memiliki keimanan yang lemah.

Oleh sebab itu, kita tumbuhkan dulu keimana masyarakat sebelum berbicara pentingnya agama sebagai suatu solusi terbaik untuk menyelesaikan seluruh masalah. Sulit bagi kita mengajak orang yang tidak beriman kepada agama, terutama apabila langsung mengajak kepada pengamalan agama secara sempurna. Islam Therapy secara bertahap mengajak masyarakat untuk memasuki Islam yang sempurna sebagai pilihan hati, bukan karena keturunan, ikut-ikutan, apalagi paksaan.

3) Pemulihan Fisik dan Mental

Melalui Terapi Iman dan Amal Shalih, al Hijamah (Bekam), Ruqyah Syar'iyyah (Healing Words) plus air Heksagonal, madu, serta obat-obatan dan suplemen alami pilihan (Makrobiotika), Akupressur Kombinasi, dan gurah mata. Segala metode pengobatan fisik dan mental selama tidak bertentangan dengan al Quran dan Hadits diterapkan dan disesuaikan dengan individu (Pien Ceng Luen Ce) peserta program Islam Therapy.

Kita juga dapat menggunakan berbagai metode terkait, mulai dari Metode Prof Dadang Hawari, ESQ, sampai Emotional Intelligence (kecerdasan emosi) dari Daniel Goleman Ph.d

Islam Therapy mendukung para pakar kesehatan dari berbagai bidang ilmu kesehatan dan Forum Kedokteran Islam seperti FOKI (Forum Kedokteran Indonesia) dalam bekerjasama melakukan penelitian ulang seluruh ilmu kesehatan di seluruh dunia bersama pakar di bidangnya masing-masing dengan melibatkan ulama. Kemudian mengeluarkan fatwa mana petunjuk kesehatan yang sesuai dengan ajaran Islam dan mana yang tidak.

4) Perubahan Perilaku dan Gaya Hidup

Saya pilih Khuruj fi Sabiilillah untuk dijadikan bagian dari Islam Therapy karena sesuai dengan visi dan misi Islam Therapy. Khuruj fi Sabilillah merupakan program Community Base Unit (CBU) yang ditawarkan oleh Islam Therapy. Khuruj fi Sabilillah diikuti oleh berbagai kalangan, mulai dari ulama, undergrounders, pengusaha, sampai preman. Diikuti pula oleh umat Islam dari berbagai jemaah Islamiyah. Di sini tidak boleh membicarakan aib, baik aib diri sendiri, orang lain, maupun masyarakat. Tidak boleh membicarakan khilafiyah dalam masalah Fiqh (perbedaan paham), tidak boleh membicarakan politik, pangkat, jabatan, dan meminta sumbangan. Adapun yang dibicarakan hanya kebesaran Allah (Iman) dan amal shalih. Bukan hanya teori tapi juga langsung praktek bersama orang-orang yang sama-sama sedang belajar memperbaiki diri (self help group).

Diikuti oleh umat Islam dari berbagai bangsa seperti Arab, Amerika, Perancis, Pakistan, Thailand, Jepang, China, Afrika, dan lain-lain. Sesama umat Islam dengan berbagai perbedaan seperti warna kulit, bahasa, budaya, kebangsaan, dan lain sebagainya bertemu, saling mengenal, dan bergabung untuk mengagungkan Allah, memperbaiki diri dan beribadah.

5) Tenda Religi

Adalah Program Kemping Religius ke gunung-gunung, bukit-bukit, pesawahan, dan sebagainya. Di tempat yang asri dan lingkungan alam bebas ini, peserta program disibukkan dengan sholat, dzikir, membaca al Quran, puasa, merenung, dan aktivitas ibadah lainnya. Ide program ini berdasarkan perdebatan sengit antara pentingnya dengan dilarangnya uzlah. Karena pendapat saya adalah pertengahan, maka kita harus uzlah dengan waktu yang ditentukan dan tidak boleh lebih dari 40 hari. Waktu rata-rata yang diambil adalah tujuh hari.

Prof Dr H Mohamad Surya, dalam bukunya yang berjudul Psikologi Konseling, menulis: "Kebanyakan orang tidak menyadari, sebenarnya mereka membutuhkan untuk berada dalam ketenangan atau kesunyian. Banyak orang senantiasa sibuk dengan berbagai kegiatan sehari-hari dan menganggap berada dalam ketenangan atau menyendiri merupakan sesuatu yang sia-sia dan hanya menghabiskan waktu. Pada dasarnya berada dalam ketenangan merupakan suatu kebutuhan dasar untuk memperoleh kesehatan psikologis. Mereka yang mampu mewujudkan kebutuhan ini akan mendapatkan kedamaian, kebahagiaan, kebermaknaan, dan kekuatan dalam dirinya dan memperoleh kearifan hidupnya."

6. Islam Therapy FM

Adalah stasiun radio sosial khusus pendidikan dan penyebarluasan informasi positif. Pendidikan yang dijadikan prioritas:

a. Agama Islam
Yang dijadikan penyebarluasan informasi terpenting adalah Aqidah, Sunnah, dan adab-adab sehari-hari, Fiqh, Tafsir al Quran, Ilmu Hadits, dan lain-lain. Murattal al Quran beserta terjemahannya, mungkin lebih pas untuk diperdengarkan kepada para pendengar karena jika hanya berbahasa Arab saja, banyak masyarakat yang tidak mengerti sehingga sulit memahami apalagi menjadikan al Quran sebagai sumber petunjuk kebahagiaan dan kesuksesan hidup di dunia dan akhirat. Semoga program ini dapat mencegah segala bentuk pemurtadan dan aliran sesat.

b. Sains Islami
Selain memutar VCD Sains Islami dan membacakan buku-buku karya Harun Yahya, juga kita bacakan artikel-artikel Sains Islami dari Majalah Insight dan lain-lain.

c. Sains
Sains yang kita pelajari di sini adalah sains murni (pure science), yang dihasilkan dari hasil olah pemikiran dan pemahaman manusia terhadap alam semesta. Ilmu pengetahuan ini tidak berkaitan dengan pandangan hidup seseorang, baik Budhaisme, Kristianisme, Atheisme, Materialisme, maupun Islamisme.

d. Enterpreneurship (wirausaha, strategi bisnis, dan marketing)
Semoga dengan pendidikan enterpreneurship, masyarakat terinspirasi serta termotivasi untuk berinovasi dalam bidangnya masing-masing dan berwirausaha. Menjadi bos bagi diri sendiri dan kaya raya. Dengan demikian, perekonomian Indonesia yang saat ini terpuruk bangkit kembali dan lapangan kerja akan ada di mana-mana.

Banyak juga yang malu menjadi penjual. Tarmizi Yusuf, pensiunan dari salah satu bank pemerintah yang sukses menjalankan bisnis MLM dari salah satu perusahaan MLM terkenal di Indonesia, dalam bukunya yang berjudul 'Unggul dalam Menjual', menulis: "Menjual sebenarnya dapat dijadikan profesi lain seperti dokter, pengacara, dosen, atau penyanyi sebagai pekerjaan utama yang menghasilkan untuk menghidupi anak-anak dan keluarga. Muhammad saja sebelum menjadi Rasul, berprofesi sebagai penjual. Kenapa sebagai umatnya gensi menjual. Tidak sedikit orang yang hidup berkecukupan karena menjual. Menjual dapat memberikan penghasilan tanpa batas, sesuai dengan prestasi masing-masing. Penghasilan menjual tidak seperti gaji yang sudah dibatasi."

Saya pun ingin menambahkan, Nabi Muhammad adalah motivator ulung. Ketika para sahabatnya disiksa oleh kaum kafir karena keislamannnya, Nabi Muhammad tampil sebagai motivator sehingga para sahabat yang disiksa mampu bersabar padahal siksaan yang dialaminya sangat biadab. Cara Nabi memotivasi sahabatnya yang sedang disiksa, mungkin lebih berhasil. Nabi memotivasi para sahabatnya dengan cara menceritakan kenikmatan surga, kebahagiaan abadi, penderitaan dunia hanya sebentar, dan sebagainya.

Hal yang tidak kalah menarik yang harus kita perhatikan adalah kerja keras nabi dalam mempresentasikan "produk" (agama). Beliau tidak malu, tidak takut gagal, tak putus asa, teguh pendirian dan sabar, meskipun diludahi dan dilempari dengan batu dan kotoran unta oleh prospek. Ketika kita mempresentasikan produk, kita pun akan menemui orang yang seperti Abu Bakar (ditawari langsung membeli), Abu Jahal (sama sekali tidak tertarik bahkan menghalang-halangi gerakan bisnis kita, walaupun telah ditawari berkali-kali), dan seperti seorang paman Nabi, Abu Thalib, yang mendukung namun tidak membeli.

Melalui analisis SWOT, saya yakin Islam Therapy suatu saat nanti bisa go internasional meskipun harus merangkak dari nol besar. Berjualan seorang diri dengan dana pribadi yang lebih sering seratus rupiah saja tidak punya (padahal pelayanan Islam Therapy yang apa adanya serba gratis), dengan kondisi fisik dan mental yang buruk, menderita gangguan berbicara sehingga tidak bisa mempresentasikan konsep Islam Therapy, ke sana ke mari jalan kaki, tanpa pendidikan di antara orang-orang bergelar, dan berbahasa tinggi, tapi mengutip ungkapan Suzana Murni, who care? Selagi saya masih ingin memperjuangkan Islam Therapy, saya akan memperjuangkannya. Ternyata saya tidak sendiri. Di sana, banyak orang yang sedang bergerak dengan program mereka masing-masing yang jika disatukan dan dikoneksikan, maka akan sesuai dengan visi dan misi Islam Therapy .

e. Ilmu Kesehatan dan Keselamatan
Segala ilmu kesehatan seperti Islam Therapy, Kedokteran Barat, Patologi, Kedokteran Tiongkok, Psikologi, Narkoba, HIV/AIDS, Sanatology, dan lain-lain kita informasikan untuk memperluas wawasan masyarakat dalam bidang kesehatan; bidang yang sangat penting diketahui. Banyak orang memahami ilmu kesehatan secara terpisah dan tidak saling mengaitkan. Padahal semuanya berjalan di atas jalan kebaikan yang menuntut adanya sikap saling mengisi.

Pengetahuan tentang kesehatan pun bermanfaat untuk meminimalisir maraknya kasus mal praktek. Selain itu, wawasan tentang ilmu kesehatan diharapkan akan terjalin kerjasama dan menghilangkan prasangka buruk antara dokter dengan pasien. Penyuluhan tentang bahaya narkoba, HIV, dan Psikopatologi serta bagaimana cara perawatannya dijadikan bahasan utama.

Pertolongan pertama pada kecelakaan baik di darat, laut, maupun udara adalah ilmu yang harus diketahui oleh masyarakat.

f. Pengembangan Mental dan Spiritual
Di sini kita berupaya mengembangkan mental pendengar dengan membacakan buku-buku terkait karya para pakar baik dari kaum muslimin (Dr Aidh al Qarni, Yusf al Uqshari, Ary Ginanjar Agustian, dan lain-lain) maupun non muslim (Steven R. Covey, Richard Carlson, Andrew Matthews, dan lain-lain). Di sini kita juga akan mempelajari ilmu komunikasi, presentasi, dan lain-lain. Untuk mempelajari presentasi, buku karya Peter Urs Bender yang berjudul Secrets of Power Presentations (Rahasia Kekuatan Presentasi) adalah buku yang sangat bagus untuk dipelajari terutama karena Peter Urs Bender adalah seorang penderita disleksia, yaitu kelainan otak yang menyebabkan kekurangmampuan untuk membaca sehingga kita tak perlu merasa mampu berkarya hanya karena memiliki kelemahan.

g. Bahasa Asing
Merupakan pembelajaran bahasa asing seperti Arab, Inggris, Mandarin, Urdu, dan lain-lain untuk menyatukan persatuan masyarakat internasional, terutama kedatangan jemaah Khuruj fi Sabilillah dari luar negeri, tentu tidak akan kekurangan penerjemah dan kita akan mendapatkan ilmu dari saudara kita sesama umat Islam yang berbeda warna kulit, kebangsaan, bahasa, dan lain sebagainya. Dari merekalah mudah-mudahan kita mengerti maksud suatu ayat al Quran atau Hadits Nabi yang tidak bisa dipahami di negara kita.

h. Pelajaran Sekolah
Dengan ini, diharapkan mahalnya biaya pendidikan tidak lagi menjadi persoalan bagi orang miskin, karena siapapun bisa belajar hanya dengan bermodalkan kemauan. Pendidikan rendah bukan halangan untuk berkarya, bahkan dengan tidak sekolah, kita bisa fokus mewujudkan mimpi dan karya besar kita. Banyak karya-karya besar dan orang-orang kaya yang berasal dari orang-orang yang tidak mengeyam pendidikan formal dalam waktu yang lama (baca juga buku berjudul "Bagaimana berpikir seperti seorang milioner <how to think like a millionaire>") karya Charles-Albert Poissant. Contohnya, Thomas Alva Edison hany berpendidikan formal selama tiga tahun. Tetapi ia bisa menjadi salah satu penemu terbesar sepanjang zaman yang menghasilkan lebih dari 1.300 hal paten di Amerika Serikat dan di negara lain. Demikian pula Andri Wongso, motivator kita yang Sekolah Dasar tidak tamat tapi sukses.

7. Taman Bacaan, Audio, & Audiovisual "Islam Therapy"
Adalah salah satu tempat belajar mencari ilmu dan belajar bersama serta sebagai pusat informasi dan edukasi Islam Therapy. Disediakan pula fasilitas belajar dengan sarana komputer agar dapat membaca e-book, belajar melalui learning software yang kini banyak diproduksi mulai dari software pelajaran komputer, bahasa, sains, kesehatan, arsitektur, dan lain-lain. Selain itu, juga disediakan fasilitas belajar melalui internet (www.harunyahya.org, iptek, www.ilmukomputer.com, enterpreneurship, penulissukses.com, neuroscience, dan lain-lain) dan mencari ilmu melalui siaran Televisi seperti Discovery Channel, National Geographic, Animal Planet, dan lain-lain.

8. Terus berinovasi dan melakukan pengembangan masing-masing program dengan menjadikan al Quran dan as Sunnah, sebagai panduan agar Program Islam Therapy bisa diterapkan di seluruh negara dengan beragam situasi dan kondisi. Selain itu, juga terus menjalin hubungan dan kerjasama dengan seluruh penggagas program terkait seperti program sekolah alam, penanggulangan bencana, pengentasan kemiskinan, pengentasan pengangguran, pengentasan korupsi, melindungi flora dan fauna, dan lain sebagainya, terutama program-program yang dapat membangkitkan Indonesia dari keterpurukan dan menjadikan Program Islam Therapy sebagai program yang komprehensif. (Muhammad Yusuf)

Pengobatan dengan ARV


Republika, Rabu, 29 September 2010

Pengobatan dengan ARV

Oleh: Dewi Mardiani

Pengobatan HIV selama ini adalah dengan ARV. Obat ini memblokir tahapan-tahapan dalam proses replikasi virus di dalam sel darah putih manusia. Obat ini mampu memblokir proses-proses itu selama 12 jam.

Makanya Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang menjalani Anti Retroviral Therapy (ART) harus meminum ARV sesuai waktu, dan tidak boleh bergeser sedikit pun. Jika tidak, virus dengan cepat memanfaatkan waktu sela itu dengan mereplikasi, bahkan bermutasi dengan cepat. Akibatnya, terbentuklah tipe-tipe dan subtipe virus.

"Bila itu terjadi, akan ada infeksi ulang pada penderita. Akibat lainnya adalah resistensi terhadap ARV, sehingga dibutuhkan jenis obat yang lebih tinggi dari yang pertama. Ini jelas akan mempersulit pengembangan vaksinnya," ujar Country Manager of Indonesian Business Coalition on AIDS (IBCA), Evodia Almawati Iswandi.

Karenanya, dibutuhkan kedisiplinan dari penderita untuk meminum ARV-nya, didukung dengan pola hidup sehat, dan tak mengulangi kebiasaan atau perilaku yang tak aman bagi tubuhnya. Menurutnya, lelaki usia produktif bisa berhasil mendapatkan stabilitas kekebalan tubuhnya melebihi batas normal tanpa infeksi oportunistik dengan disiplin meminum ARV.

Seorang pria yang terkena AIDS akibat jarum suntik mengatakan, pada 2002 lalu, CD4-nya dari Tes Elisa mencapai 50 (batas normal manusia untuk CD4 adalah 600-1.400). "Saya dinyatakan positif AIDS, sebenarnya donor darah saya di-reject beberapa kali pada 1998. Tapi, saya belum yakin sampai akhirnya ada infeksi oportunistik, yaitu diare selama delapan bulan terus-menerus," ujar lelaki tersebut.

Setelah menerapkan pola hidup sehat, tak mengulangi perilaku buruk, dan berdisiplin, dia berhasil meningkatkan kandungan sel darah putih di dalam tubuhnya secara bertahap. Kenaikannya signifikan, dari CD4 50 menjadi 350 dalam enam bulan, lalu menjadi 500 setahun kemudian.

Pada awal 2010, dia juga mengecek CD4-nya, dan hasilnya mencapai seribu. Hasil tes CD4 terakhirnya bahkan hampir 1.500. "Saya jelas senang. Saya harap teman-teman ODHA juga berdisiplin dalam meminum ARV-nya. Perhatikan pola hidup yang baik, jaga makanan, dan tak pakai adiktif lagi," ujarnya.

MEMBANGUN PROFIL KELUARGA YANG MERDEKA DARI NARKOBA


Sadar (Media Komunikasi Resmi BNN) 2008

Wawasan

MEMBANGUN PROFIL KELUARGA YANG MERDEKA DARI NARKOBA

BAPAK dan Ibu Atmo sedang bingung. Novi, putri mereka, kedapatan sedang teler di rumah temannya setelah menggunakan narkoba. Mereka tidak percaya putri mereka yang dulu begitu lucu dan lugu sekarang telah menjadi pecandu narkoba.

Keadaan makin buruk, karena setelah itu mereka saling menyalahkan. Sang istri menyalahkan suami karena tidak pernah di rumah dan terlalu sibuk dengan pekerjaan. Sang suami menyalahkan istri yang tidak mendukung upayanya untuk mendapatkan uang dengan bekerja. Istri dianggap tidak mampu mengontrol dan mendidik anak. Karena kesal dengan pertengkaran yang kerap terjadi di rumah, Anto anak laki-lakinya memutuskan untuk kabur dari rumah. Bapak dan Ibu Atmo makin bingung dibuatnya.

Dalam kasus penyalahgunaan narkoba, keluarga kerap menjadi pihak yang paling terakhir tahu tentang hal ini. Biasanya reaksi-reaksi emosional senantiasa menyertai kejadian seperti itu. Bisa marah, sedih, heran, atau kaget. Bayangkan jika peristiwa tersebut dialami keluarga kita. Reaksi-reaksi seperti apa yang akan kita tampilkan? Sanggupkah kita menerima kenyataan ini? Apakah ada cara agar kita bisa terhindarkan dari peristiwa-peristiwa seperti itu? Bagaimana membentuk sebuah keluarga yang baik yang anggota-anggotanya punya rasa memiliki dan bertanggung jawab kepada dirinya sendiri maupun untuk keluarganya?

Keluarga dan Narkoba

Riset protektif yang dilakukan Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCBA) pada 2005 menemukan sejumlah fakta yang membuat seseorang tidak menggunakan narkoba. Faktor-faktor tersebut berupa faktor internal dan eksternal. Pada faktor eksternal, ada profil keluarga tertentu yang ditemukan pada bukan pecandu. Diduga, profil keluarga itu yang bisa menjadi faktor protektif (pencegah) seseorang untuk menyalahgunakan narkoba.

Profil yang digambarkan dari riset tersebut adalah sebuah keluarga yang anggota-anggota keluarganya (khususnya orang tua) saling membantu untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah anak yang sulit maupun menyelesaikan masalah-masalah pribadi. Pada keluarga ini, orang tua memantau kegiatan anak dan memberi kesempatan untuk bertukar pikiran dengan anak. Antar anggota keluarga saling memperhatikan dan jarang ada pertengkaran. Orang tua memiliki waktu khusus bersama anak (umumnya di Sabtu atau Minggu) dan jarang memberi hukuman pada anak.

Namun, perlu dicatat hasil penelitian ini hendaknya tidak dijadikan acuan baku. Artinya jika kita tidak pernah membantu anak menyelesaikan pekerjaan sekolah yang sulit, tidak bisa langsung disimpulkan anak kita terkena narkoba. Atau sebaliknya, jika membantu anak menyelesaikan persoalan pribadinya, pasti ia tidak akan terkena narkoba. Masih ada faktor lain yang berperan.

Model Keluarga

Lalu seperti apa bentuk nyata profil keluarga seperti itu? Harus diakui dalam situasi sekarang tidak mudah untuk mencari contoh keluarga seperti itu. Entah kenapa di kepala ini yang langsung muncul adalah keluarga Cosby. Ya, ini sebuah keluarga rekaan di televisi tahun 80-an. Sungguh menyenangkan menyaksikan pola interaksi yang ada dalam keluarga tersebut. Terasa betul kehangatan antar anggota keluarga. Problema dalam keluarga tetap ada, tapi dapat diselesaikan dengan humor dan kedamaian.

Pertanyaan berikutnya adalah mungkinkah keluarga seperti itu diciptakan atau diusahakan? Adakah patokan-patokan tertentu untuk membangun keluarga, mengingat salah satu faktor pencegah penyalahgunaan narkoba adalah keluarga?

Stephen Covey dalam bukunya 7 Habits for Highly Effective Family menganjurkan tujuh kebiasaan untuk menciptakan keluarga yang efektif. Ia mengajak keluarga-keluarga untuk membangun kebiasaan-kebiasaan tertentu yang pada akhirnya bisa membentuk sebuah keluarga yang baik.

Covey sangat meyakini keluarga efektif bisa diupayakan melalui pembentukan karakter dari setiap anggota keluarga. Sementara itu, karakter sendiri dapat dibentuk dengan menjalankan sejumlah kebiasaan (habits) secara berkesinambungan. Ia mengatakan, "Siapa menabur gagasan akan menuai perbuatan, siapa menabur perbuatan akan menuai kebiasaan, dan siapa yang menuai kebiasaan akan menuai karakter."

Sebuah keluarga, menurut Covey, dapat diibaratkan sebuah pesawat yang sedang menjalani sebuah rute penerbangan dari sebuah bandara menuju bandara tertentu. Sebelum pesawat tinggal landas. Pilot telah memiliki rencana penerbangan (flight plan). Mereka telah mengetahui harus berada di jalur penerbangan mana dan menuju ke arah mana. Pada kenyataannya, tidak seluruh rencana tersebut dapat dijalankan. Kadang-kadang gangguan angin, cuaca hujan, dan sebagainya dapat menyebabkan pesawat tersebut harus keluar dulu dari jalurnya dan melakukan sejumlah penyesuaian. Namun, pesawat tetap akan mengarah pada tujuan semula. Keberadaan tujuan (yang diistilahkan Covey sebagai vision) merupakan kunci penting untuk membentuk keluarga efektif.

Seperti juga pesawat tadi, keluarga-keluarga kerap keluar dari jalur dan dari rencana-rencana yang telah dibuat sebelumnya. Di sini kita tidak perlu terlalu khawatir karena, menurut Covey, 90% keluarga pernah keluar dari jalur. Yang perlu lebih kita waspadai adalah karena kebanyakan keluarga tidak mempunyai tujuan.

Dalam kerangka itulah, Covey menganjurkan keluarga-keluarga untuk menjalankan tujuh kebiasaan guna membentuk keluarga memiliki sebuah tujuan dan senantiasa ingat untuk kembali kepada jalur semula, manakala kita telah menyimpang cukup jauh. Kebiasaan-kebiasaan itu akan memunculkan harapan-harapan baru manakala keluarga kita sedang kesusahan.

Kebiasaan yang dimaksud Covey di sini mencakup pengetahuan (tentang apa yang dan mengapa dilakukan), keinginan untuk melakukan, dan keterampilan (tahu bagaimana melakukannya). Memiliki pengetahuan untuk melakukan sesuatu, tapi tidak punya keinginan dan tidak memiliki keterampilan tentu tidak akan menghasilkan apa-apa, dan demikian seterusnya. Ketiga hal itu tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Misalnya saja kita tahu harus mendengarkan (listening) anak dan kenapa itu penting. Kita punya keinginan kuat untuk mendengarkan. Namun, bila kita tidak punya keterampilan untuk mendengarkan, sia-sia saja.

Tujuh Kebiasaan

Ada orang yang langsung menampilkan reaksi tertentu manakala ia mendapat rangsangan tertentu. Misalnya, selalu menampilkan reaksi marah dan (sering diucapkan sebagai marah balik) pada waktu dimarahi, senantiasa mengomel pada waktu anak melaporkan nilai jelek. Biasanya mereka akan mengatakan, "Saya begini karena anda (atau orang lain) melakukan hal yang tidak menyenangkan kepada saya." Benarkah demikian? Benarkah reaksi kita ditentukan stimulus apa yang diberikan orang lain kepada kita?

Hal itu disadari Covey. Menurutnya, sebagai manusia kita memiliki tanggung jawab (responsibility) terhadap hidup kita. Responsibility menurut Covey berasal dari kata response dan ability. Jadi, kita sebenarnya memiliki kemampuan untuk memilih respons mana yang ingin kita tampilkan dalam situasi tertentu. Kita bukan budak dari kondisi dan stimulus. Kembali pada contoh di atas, sesungguhnya kitalah yang memilih respons untuk marah atau tidak marah pada waktu kita sedang dimarahi orang lain. Kita bisa memilih untuk tidak mengomel atau tetap merasa nyaman pada waktu ada orang yang berbuat tidak enak kepada kita. Jika kita sadar bahwa kita memiliki kemerdekaan untuk memilih respons apa yang kita tampilkan dalam sebuah situasi, kita sudah mengembangkan kebiasaan pertama yaitu jadilah proaktif (be proaktive).

Salah satu hal yang bisa membedakan orang proaktif dengan orang reaktif adalah bahasa yang mereka gunakan. Bahasa orang reaktif misalnya, "Tidak ada lagi yang bisa saya lakukan, saya memang sudah begitu dari dulu, saya harus..." Sementara itu, orang proaktif menggunakan bahasa, "Mari kita lihat alternatif lain, saya mau mencoba pendekatan yang lain, saya memilih untuk..."

Covey menyarankan untuk tidak bersikap reaktif (berdasarkan emosi atau kondisi sesaat saja). Keluarga-keluarga perlu menyadari perilaku yang ditampilkan dalam keluarga sebenarnya bukan korban keadaan (condition), melainkan sebuah pilihan (decision). Kebiasaan itu dapat ditumbuhkan di dalam keluarga, misalnya dengan tidak ikut-ikutan membicarakan seseorang yang tidak tidak hadir pada waktu pembicaraan terjadi, dan meminta maaf jika melakukan kesalahan, dan tidak menyontek meskipun tidak belajar. Kebiasaan kedua adalah memulai segala sesuatu dengan gambaran hasil akhir (begin with the end in mind) yang jelas. Dari sini kita bisa membuat langkah-langkah apa yang akan kita lakukan untuk mencapai hal tersebut. Ini akan membuat perilaku kita lebih efesien dan terarah. Hasil akhir (end in mind) dapat terpusat pada berbagai hal seperti keluarga, pasangan, uang, pekerjaan, agama, dan kenikmatan yang kita anggap penting buat kita.

Covey menganjurkan sebuah cara guna menemukan end in mind bagi hidup kita masing-masing. Caranya adalah membayangkan apa yang kita ingin orang lain ucapkan tentang kita pada waktu upacara pemakaman kita. Apakah kita akan dikenang sebagai seseorang yang sangat perhatian pada keluarga, pekerja keras yang jujur, atau sebagai seseorang yang jahat, koruptor, atau penjahat kelas kakap. Membuat rumusan tentang keluarga seperti apa yang ingin kita bentuk bisa menjadi sebuah cara untuk membangun keluarga efektif. Kita juga bisa membiasakan setiap anggota keluarga untuk selalu memilki end in mind yang jelas sebelum melakukan sesuatu. Selain itu, kita juga perlu mengingatkan setiap anggota keluarga apakah perilaku yang ditampilkan mendukung pencapaian end in mind yang telah direncanakan.

Kebiasaan ketiga adalah dahulukan hal-hal yang penting (put first things firts). Hal yang penting adalah hal yang memang memiliki kaitan erat dengan tujuan keluarga. Di luar itu boleh diturunkan prioritasnya. Sebaiknya kita memang memikirkan hal-hal apa yang penting bagi keluarga kita. Misalnya ada seorang kawan dekat yang mengatakan hal penting baginya adalah keluarga. Karena itu, bekerja keras dianggapnya sudah memberikan yang terbaik bagi keluarga. Namun, dia bekerja tidak kenal waktu sehingga keluarganya terlantar. Memang dia menghasilkan banyak uang, tapi bukan itu semua yang diharapkan keluarganya. Mereka mengharapkan kawan tersebut hadir di rumah dan bercengkerama dengan keluarga. Apakah benar kawan kita ini sudah mengutamakan keluarganya?

Pada titik ini, klarifikasi terhadap hal yang dianggap utama menjadi penting. Apa yang dianggap sebagai hal utama oleh seorang anggota keluarga belum tentu selaras dengan hal utama anggota keluarga yang lain. Coba bayangkan bagaimana bisa seorang anak menghabiskan waktu 7 jam sehari di depan televisi, tapi hanya 5 menit yang dihabiskan bersama ayahnya. Saran yang diberikan Covey untuk bisa mendahulukan yang utama adalah membangun kebiasaan membuat rencana. Duduk bersama pasangan dan anak, merencanakan dua bulan ke depan mau melakukan apa (mengunjungi keluarga lain, mempersiapkan ulang tahun, berlibur, ke mal, nonton bareng, atau apa pun). Pastikan anak-anak diberikan kesempatan untuk memberikan ide-idenya. Saran lain adalah komit terhadap acara-acara keluarga, rencanakan rapat atau aktivitas harian Anda dengan baik. Juga, sediakan waktu untuk pertemuan satu lawan satu dengan tiap anggota keluarga secara teratur.

Keempat adalah berpikir menang-menang (think win-win). Hindari cara berpikir untuk menang-kalah atau kalah-kalah. Di sini, perlu kreativitas untuk mencari solusi-solusi yang bisa membuat seluruh pihak merasa menang dalam penyelesaian masalah. Perlu diingat, tidak ada seorang pun yang suka mengalami kesalahan. Covey menuturkan sebuah kisah beberapa anak yang baru saja kehilangan ayah dan ibu mereka karena kecelakaan pesawat. Tidak lama setelah itu, mereka ribut memperebutkan benda-benda yang bisa membuat mereka memiliki kenangan akan orang tua mereka. Mereka tidak mau saling mengalah, mendahulukan kepentingan pribadi. Mereka akhirnya bisa menyelesaikan masalah mereka setelah menggunakan pendekatan menang-menang dengan menyadari hubungan persaudaraan jauh lebih penting.

Salah satu hal yang bisa membuat seseorang berpikir menang adalah mentalitas berkelimpahan (abudance mentality). Tiap anggota keluarga tidak hanya berbicara tentang saya, tapi tentang kita. Selain itu, tiap anggota juga perlu diajak untuk melihat gambaran yang lebih besar (the big picture) dari persoalan yang tengah terjadi. Covey menganjurkan cara-cara praktis untuk menanamkan pola pikir menang-menang itu kepada anak-anak. Misalnya dengan mengajak anak-anak berjalan-jalan ke taman dan pantai. Bicarakan betapa mengagumkannya matahari dan betapa matahari itu tersedia cukup untuk setiap orang. Ajak anak melakukan permainan dan tekankan bahwa menang bukan segala-galanya.

Keluarga dengan pendekatan menang-kalah akan menciptakan atmosfer yang kurang baik sehingga tidak terjadi relasi yang hangat di dalamnya. Padahal suasana keluarga yang akrab dan bersahabat merupakan salah satu faktor pencegah penyalahgunaan narkoba.

Kebiasaan kelima adalah berusaha terlebih dahulu untuk mengerti, baru kita akan dimengerti (seek firts to understand, then to be understood). Kebiasaan itu penting karena para anggota keluarga kadang-kadang tidak menyadari apa yang mereka lihat, pikir, atau dirasakan anggota yang lain. Persepsi memegang peranan penting di sini. Dalam interaksi orangtua-anak, perbedaan persepsi sering kali menimbulkan persoalan. Dalam beberapa kasus, berujung pada penggunaan narkoba.

Menurut Covey, kunci utama untuk bisa mengatasi perbedaan persepsi itu adalah kerelaan untuk mau memahami orang lain. Dengan tegas ia mengatakan, "When you understand, you don't judge." Lebih jauh, ia mengatakan daripada mengharapkan orang lain untuk memahami kita terlebih dahulu, lebih berguna jika kitalah yang terlebih dahulu coba memahami orang lain. Tingkah laku kunci di sini adalah dengan mengembangkan keterampilan mendengarkan dengan empati, Covey menyarankan kita untuk berperan sebagai penerjemah yang andal dalam proses komunikasi sehari-hari. Penerjemah yang andal akan mendengarkan setiap perkataan dengan sepenuh hati karena ia harus melakukan penerjemahan.

Covey mengajak kita untuk melakukan reflesi pada anggota keluarga kita. Apakah semua suara anggota keluarga sudah didengar? Apakah ada yang merasa tidak dipahami? Adakah yang merasa diperlakukan secara tidak adil? Dengan melakukan diskusi seperti itu, kita bisa membangun kebiasaan untuk memahami orang lain. Itu juga salah satu faktor pencegah penyalahgunaan narkoba. Remaja yang kurang merasa dipahami orangtuanya akan berpaling mencari tempat lain dan paling mudah adalah pada teman sepermainannya.

Disini, mereka  akan merasa lebih dipahami dan didengarkan. Pada beberapa kasus ekstrem, mereka bahkan rela mengikuti tekanan kelompok untuk tetap bisa berada di dalam kelompok yang mampu memahami mereka. Jika tekanan kelompok mengarah pada hal positif, kita akan sangat bersyukur, namun jika tekanan mengarah pada penyalahgunaan narkoba, ia perlu sangat waspada.

Kebiasaan keenam adalah sinergi (synergy). Beradasarkan kelebihan dan kekurangan setiap anggota keluarga, kita bisa membentuk sebuah kesatuan yang lebih kuat. Hal itu mirip dengan perumpamaan sapu lidi yang lebih kuat jika bersama-sama daripada batang lidi sendiri-sendiri. Dalam sinergi, tiap anggota keluarga meyakini perbedaan yang ada di antara anggota merupakan kekuatan dan bukan kelemahan. Sinergi bukan hanya kerja sama tim, melainkan sebuah kerja sama tim yang sangat kreatif. Hal-hal yang sebelumnya tidak terpikirkan menjadi ada dalam proses sinergi. Pernikahan sendiri sebenarnya sebuah perwujudan nyata dari sinergi. Orang tua yang tidak sejalan dalam mendidik anak bisa melemahkan sinergi dan hal itu rentan terhadap penyalahgunaan narkoba.

Membangun sinergi dalam keluarga dapat dilakukan melalui hal-hal kecil, seperti meminta anak-anak secara bersama-sama membuat poster keluarga, mencuci mobil bareng, dan membersihkan rumah pada waktu pembantu mudik.

Kebiasaan ketujuh diistilahkan dengan mengasah gergaji (sharpen the saw). Keluarga diharapkan melakukan hal-hal yang bisa membuat keenam kebiasaan tadi terus berlangsung. Janganlah kita seperti orang yang terus memotong pohon dengan gergaji tumpul dan mengatakan tidak ada waktu untuk mengasah gergajinya. Setiap keluarga disarankan untuk selalu melakukan pembaruan. Pembaruan, menurut Covey, sebaiknya dilakukan pada empat area yaitu fisik, sosial emosional, mental, dan spiritual. Misalnya saja dengan olah raga bareng, menentukan sasaran untuk aset finansial dan barang, saling memuji, bersantai bersama, belajar hal-hal baru bersama, saling berbagi cerita atau pengalaman unik, berdoa bersama, dan membuat komitmen baru.

Pola berulang dalam pembaruan bisa menjadi dasar terbentuknya tradisi keluarga. Tradisi keluarga merupakan sebuah cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan perasaan kompak, didukung, dan dipahami anggota keluarga yang lain.

Membangun keluarga seperti itu memang bukan perkara mudah, tapi sangat layak untuk dicoba. Tidak perlu 100% sama. Diharapkan, dengan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan seperti itu, Anda sudah berperan dalam mencegah anggota keluarga kita terkena pengaruh buruk narkoba. Lebih baik cegah sekarang daripada menyesal kemudian.

(Penulis: P Bobby Hartanto MPsi Praktisi Quantum Learning dan Pemerhati Masalah Remaja/Media Indonesia)

Agar Virus HIV Makin tak Bereplikasi


Republika, Rabu, 29 September 2010

Agar Virus HIV Makin tak Bereplikasi

Oleh: Dewi Mardiani

Dalam sehari, satu virus mampu mereplikasi diri sebanyak lima ribu kali di dalam sel darah merah.

AIDS masih tetap jadi masalah dunia yang akan terus meluas dan menjadi pademi bila upaya memeranginya tak ditingkatkan. Di dunia saat ini, lebih dari 33,4 juta orang penderita infeksi HIV. Sekitar 5 jutanya sudah mengalami pengobatan.

Di Indonesia, kecenderungan angkanya naik tajam. Bahkan, pertumbuhannya tergolong tercepat di Asia. Rata-rata kenaikannya mencapai 58 persen penderita tiap tahunnya.

Malahan, Indonesian Business Coalition on AIDS (IBCA) memperhitungkan, ada 9 dari 10 penderita tidak mengetahui dirinya positif AIDS. "Dari data yang kita dapatkan, masalah itu timbul karena masalah ketidaktahuan. Bagaimana mau diterapi untuk menekan angka penderita bila penyakitnya saja tidak diketahui?" ujar Country Manajer IBCA, Evodia Almawati Iswandi, beberapa waktu lalu.

PBB melalui UNAIDS membentuk program yang disebut 'Pola terapi HIV' yang secara radikal disederhanakan, 'Treatment 2.0'. Pengobatan ini dapat menurunkan secara drastis angka kematian akibat AIDS.

UNAIDS menyerukan ke sejumlah perusahaan farmasi untuk memproduksi pil AIDS yang kandungan racunnya lebih sedikit. Obat yang nantinya lebih mudah digunakan ini diujicobakan sebelumnya untuk mendiagnosis infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Obat HIV itu mampu membantu menghentikan penderita untuk mentransfer infeksi virusnya ke orang lain. Menurut UNAIDS, pengobatan ini untuk setiap penderita yang memerlukannya, sekaligus merupakan langkah untuk mengurangi infeksi baru.

Saat ini, pengobatan untuk HIV dan AIDS adalah dengan Anti Retro Viral (ARV). Obat ini diminum dua kali sehari pada waktu-waktu yang akurat, tak boleh bergeser hanya sejam. Obat ini cukup mahal, yaitu seorang penderita membutuhkan sekitar Rp. 400 ribu per bulannya.

HIV merupakan virus yang menurunkan dan merusak kekebalan tubuh. Serangkaian gejala akibat rendahnya kekebalan tubuh disebut Acquired Immune Dificine Symdrom (AIDS). Visrusnya ditularkan melalui hubungan seksual, dalam darah, jarum suntik, dan ASI.

"Virus ini bisa masuk ke tubuh manusia jika ada pintunya, yakni luka terbuka dan jaringan yang sangat halus (vagina, penis, anus, usus, dan lain-lain). Jadi, kalau kena darah ODHA, tak akan terkena virus bila tak ada pintu virus masuknya. Kena keringat atau air liurnya pun tak masalah." kata Evolia.

Replikasi Virus

HIV ini menyebabakan kekebalan tubuh rusak dan menurun dalam jangka waktu tertentu. Menurunnya kekebalan tubuh membuat penderitanya rentan terinfeksi berbagai penyakit lain.

Virus ini butuh waktu untuk memperlihatkan keberadaannya di tubuh manusia dalam waktu tiga minggu sampai tiga bulan. Waktu itulah disebut masa jendela. HIV juga lambat dalam merusak sistem kekebalan tubuh manusia (lenti virus). Dibutuhkan sekitar 5-10 tahun bagi virus untuk menimbulkan serangkaian efek kesehatan akibat menurunnya kekebalan tubuh.

Virus ini menyerang sel darah putih jenis limfosit T CD4 + atau CD4. Di dalam tubuh manusia, limfosit CD4 berperan penting dalam mengatur fungsi kekebalan tubuh. Masa hidup virus hanya 2,5 hari. Salah satu proses hidupnya adalah berkembang biak dengan replikasi diri. Dalam sehari, satu virus HIV mampu mereplikasi diri sebanyak lima ribu kali di dalam sel darah merah. Makanya, satu hari, bisa diproduksi miliaran virus di dalam tubuh penderita.

Menurut Staf Program IBCA, Merry Ivana Turnip, virus ini hanya mengandung RNA dalam tubuhnya. Untuk memperbanyak (replikasi) diri, dibutuhkan DNA, "Dari sekian banyak sel di tubuh manusia, hanya jenis protein tertentu dalam DNA yang sesuai untuk virus ini mereplikasi diri, yaitu di limfosit." Sel limfosit memiliki 'tangan-tangan' CD4 yang pas untuk menangkap virus HIV," ujarnya.

HIV memasuki sel limfosit untuk mengubah RNA-nya menjadi DNA. Limfosit ini mempunyai CD4 sebagai reseptor di permukaan selnya. CD4 ini menjadi jembatan masuknya virus ke dalam sel limfosit.

Setelah ditangkap oleh reseptor sel limfosit, virus mengaitkan diri ke CD4 dan menembus ke permukaan sel limfosit, serta meleburkan diri ke dalamnya. "Inilah yang disebut infeksi virus HIV. Virus mampu memasuki dan menginfeksi sel inang." ujar Merry.

Di dalam sel inang, RNA virus diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase. Dengan begitu, virus punya DNA untuk replikasi. Caranya, DNA virus disatukan dengan DNA sel limfosit di dalam inti sel oleh enzim integrase.

Di saat sel limfosit hendak menggabungkan diri, DNA virus dibaca. Makanya, terbentuklah rantai protein virus yang panjang dan mengalami proses pembentukan virus yang infeksi dengan bantuan enzim protase. Kemudian, virus yang terbentuk keluar menembus dinding sel limfosit. Proses pematangan virus ada di luar sel limfosit dan siap menginfeksi sel limfosit lainnya. "Virus-virus muda itu menembus keluar dari sel inang. Akibatnya, seluruh permukaan sel inang rusak dan tak bisa diperbaiki lagi," jelas Merry.

NB:
OBAT ARV:
Pengobatan AIDS dengan mengonsumsi Anti Retro Viral (ARV) harus dilakukan dengan aturan waktu yang ketat selama 12 jam. Jika telah mengonsumsi obatnya, virus bisa melakukan replikasi dengan memanfaatkan celah waktu.