Senin, 08 November 2010

Waspadai Narkoba

Dadang Hawari - waspadai narkoba

Diambil dari Sinar Harapan online..

Jakarta – Peringatan Hari Pemuda Internasional pada 12 Agustus, menggugah Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, psikiater yang aktif dalam pemberantasan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif) berpesan kepada generasi muda senantiasa mewaspadai narkotika.

”Peran keluarga serta lingkungan, dan agama sebagai kontrol pergaulan remaja sangat penting dalam menghindari penyalahgunaan narkotika,” ujar Dadang Hawari di Jakarta, Rabu (11/8).
Psikiater yang aktif memberikan terapi bagi pecandu narkotika itu mengemukakan, sangat prihatin dengan banyaknya remaja mulai dari pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga mahasiswa.

Padahal, menurut dia, mereka adalah anak bangsa, aset negara dan merupakan generasi penerus. Banyak kasus yang ditanganinya, akibat hilangnya kontrol keluarga, serta lemahnya iman dan ketakwaan si penderita.

”Sebanyak 70 persen pasien saya yang menggunakan narkotika adalah remaja usia sekolah, baik yang duduk di bangku SMP, SMU, maupun Perguruan Tinggi,” katanya.
Menurut dia, mereka terkontaminasi hal-hal terlarang itu melalui pergaulan yang tidak sehat. Padahal, NAZA selain merusak sistem neurotransmitter (sinyal pengantar saraf).

Selain itu, mereka juga dapat terjerumus dalam dua hal yang fatal, yaitu terkena virus maupun sindroma merapuhnya kekebalan tubuh (HIV/AIDS) dan pengaruh seks bebas akibat pengaruh narkotika yang dapat melemahkan fungsi kontrol diri, sehingga dorongan seksual tidak terkendalikan.

Bagi pengguna jarum suntik ke nadi (intravena) yang menerapkannya secara bergantian di kalangan pemadat jenis opiat (morfin dan heroin) juga berisiko tinggi menularkan HIV/AIDS.

Data statistik Departemen Kesehatan pada 1999 mencatat, terdapat dua hingga empat persen (sekitar empat juta hingga delapan juta jiwa) dari seluruh penduduk Indonesia yang menjadi pemakai narkoba. Sekitar 70 persen dari pecandu narkoba itu adalah anak usia sekolah berusia 14 hingga 21 tahun.

Dadang menyebutkan, pada 2003 Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat jumlah penderita ketergantungan NAZA mencapai angka tiga persen atau sekitar 6,6 juta jiwa.

Penyalahgunaan narkotika merupakan fenomena gunung es, yakni apa yang tampak tidak seperti aslinya. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat angka di lapangan bagi pecandu NAZA dapat diasumsikan menjadi 10 kali lipat dari jumlah yang tercatat resmi.
Dadang sangat prihatin, karena penyalahgunaan narkotika sudah banyak merengut nyawa ribuan putra-putri bangsa Indonesia. Penelitian yang dilakukan terhadap pasiennya menunjukkan, tingkat kematian penderita ketergantungan narkotika mencapai 17,16 persen.

”Banyak di antara anak-anak tersebut yang berpotensi menjadi orang hebat dan sukses, namun narkotika telah membuat mereka kehilangan masa depan,” katanya.
Hari Pemuda Internasional yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu, menurut dia, seharusnya mengingatkan generasi muda bahwa mereka adalah penerus harapan dan perjuangan bangsa sehingga potensi yang ada tidak boleh hilang, apalagi mati sia-sia.

Ia juga menegaskan, narkotika diharamkan dari segi agama dan undang-undang. Peredaran narkotika harus dihentikan dengan kerja sama berbagai pihak, yaitu orangtua, guru, masyarakat, terutama aparat pemerintah dan keamanan untuk menegakkan hukum.

”Bagi yang sudah terlibat dengan narkotika, berobat dan bertobatlah sebelum masuk penjara, serta berobat dan bertobat sebelum maut menjemput,” demikian Dadang Hawari. (*)

Tak Benar, Kondom Mendorong Seks Bebas

Dadang Hawari - Tak Benar, Kondom Mendorong Seks Bebas

Sumber SatuDunia

E. Haryadi

Jakarta, SatuDunia. Pernyataan Prof. Dr. Dadang Hawari bahwa kondom tidak efektif mencegah penularan infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS dianggap menyesatkan. Apalagi, bila ada anggapan kondom justru mendorong seks bebas.

Pernyataan itu mengemuka dalam diskusi efektivitas kondom dalam pencegahan HIV/AIDS di Jakarta pekan lalu. Diskusi yang digelar Komisi Penanggulangan AIDS Jakarta itu menghadirkan Direktur Yayasan Kusuma Buana dr. Adi Sasongko, Direktur LSM Infokespro Syaiful W. Harahap, dan aktivis Kantor Aksi Penanggulangan AIDS (Kapeta) Aziza.

Diskusi itu sendiri dipicu oleh pernyataan Prof. Dr. Dadang Hawari di harian Radar Banten, 11 September 2007. Psikiater sekaligus penceramah itu kepada wartawan mengungkapkan keraguannya tentang efektivitas kondom mencegah HIV/AIDS karena tingkat kebocorannya tinggi.

“Yang bilang kondom aman 100 persen itu menyesatkan,” terang psikiater Prof Dr dr Dadang Hawari saat memberikan penyuluhan bahaya narkoba dan HIV/AIDS pada ratusan pelajar, di Alun-alun Barat Serang, Senin (10/9).

Selain itu, ada anggapan kondom juga sering dinilai mendorong seks bebas.

Kondom Berpori
Menurut dr. Adi Sasongko, pernyataan Dadang Hawari itu menyesatkan. Bila tak segera diluruskan, ia khawatir pendapat itu semakin memperkecil partisipasi publik dalam penggunaan kondom yang sampai sekarang pun masih tetap rendah. Akibatnya, penyakit IMS dan HIV/AIDS bakal semakin berkembang cepat.

Menurut dr. Adi Sasongko, meski tidak 100% aman, kondom merupakan satu-satunya alat pencegahan yang selama ini terbukti efektif untuk membendung percepatan penyebaran virus HIV. Karena itu, ia membantah asumsi kebocoran itu karena kondom memiliki pori-pori.

Menurut laporan Consumer Report tahun 1999, kata Adi, kondom lateks yang diregang dan diperiksa dengan mikroskop elektron dengan pembesaran 30.000 kali tidak memperlihatkan adanya pori-pori dalam kondom.

Selain itu, kata Adi, laporan penelitian New England Journal of Medicine edisi 11 Agustus 1994 menunjukkan fakta menarik.

Dari penelitian terhadap 254 pasangan yang salah satunya terinfeksi HIV, pada 124 pasangan yang konsisten menggunakan kondom tidak ditemukan adanya penularan. Sementara, pada 121 pasangan lain yang tidak konsisten menggunakan kondom ditemukan penularan HIV pada 12 orang.

Hasil evaluasi ‘Cohrane Review’ tanggal 25 Mei 2001 juga menyimpulkan, penggunaan kondom secara konsisten mempunyai kemampuan mencegah transmisi HIV dengan efektivitas 80%. Evaluasi ini dilakukan terhadap 4.709 publikasi ilmiah mengenai efektivitas kondom.

“Walaupun tidak memberikan jaminan 100%, jika digunakan secara benar dan konsisten, kondom efektif untuk mencegah IMS dan AIDS,” kata dr Adi.

Seks Bebas
Sementara itu, pengamat media Syaiful W. Harahap menyesalkan para wartawan yang begitu saja mengambil mentah-mentah pernyataan narasumber tanpa sikap kritis. Salah satunya adalah pernyataan bahwa penggunaan kondom dapat mendorong seks bebas.

“Tidak ada kaitan antara seks bebas atau penzinah dengan kondom,” tegasnya. Sebab, kata Syaiful, seks bebas sudah ada sebelum kondom. Dan sampai sekarang tidak ada penzinah yang mau menggunakan kondom, apalagi jika dia harus membayar pekerja seks komersial dengan tarif 1.000 dolar AS.

Karena itu, Syaiful menilai sebuah kekeliruan karena mencampuradukkan HIV/AIDS sebagai fakta medis dan fakta moral.

“Bila komunitasnya belum tertular, silakan bicara moral sebagai cara pencegahan. Namun, bila komunitasnya sudah tertular, maka kita harus bicara HIV sebagai fakta medis. Termasuk pencegahannya, dengan penggunaan kondom,” paparnya.

Sebab, kata Syaful, bila jurnalis menulis HIV/AIDS sebagai fakta moral, hal ini akan menimbulkan bias. Akibatnya yang mencuat adalah mitos (anggapan keliru) di masyarakat. Padahal, kata Syaiful, Indonesia kini termasuk negara nomor tiga dalam kecepatan penambahan kasus infeksi HIV baru di Asia.

Subtipe Skizofrenia

Subtipe Skizofrenia

Oleh : Anta Samsara

Ada beberapa subtipe skizofrenia:

1. Skizofrenia Paranoid dengan ciri mempunyai perasaan yang takut akan ancaman dan hukuman.
2. Skizofrenia Katatonik dengan ciri diam membisu.
3. Skizofrenia Sengkarut/Kacau dengan ciri perilaku yang kacau, rusak, dan kekanak-kanakan. (semula dinamai Skizofrenia Hebefrenik).
4. Skizofrenia Sederhana (Simple Schizophrenia) dengan ciri bersikap apatis, tidak peduli terhadap lingkungan, menarik diri dari pergaulan sosial, dan sama sekali tak peduli terhadap dunia sekitarnya namun tidak ada halusinasi dan tidak berperilaku kacau. Subtipe ini kini tak lagi diakui ke dalam golongan penyakit skizofrenia.
5. Skizofrenia Residual yang memperlihatkan gejala-gejala sisa.

Sejarah Istilah Skizofrenia

Menurut The Oxford English Dictionary (1989) kata schizophrenia (skizofrenia) marupakan adaptasi dari kata dalam Bahasa Jerman schizophrenie. Kata ini diciptakan oleh E(ugen) Bleuler (1857-1939) dalam bukunya Psychiatrisch-Neurol. Wochenschr. kata dalam Bahasa Jerman itu sendiri berasal dari Bahasa Yunani yaitu schizein yang artinya 'belah, pisah' (to split) dan phren yang arinya 'pikiran' (mind) .

Sebenarnya skizofrenia semula dinamai dementia praecox pada tahun 1899 yang juga adalah sebuah istilah Yunani yang artinya kemunduran fungsi intelektual (dementia) di usia dini (praecox) yang ditandai dengan daya pikir yang makin lama makin memburuk dan disertai gejala berupa waham dan halusinasi.

Eugen Bleuler memperkenalkan istilah skizofrenia karena penyakit ini mengakibatkan terpecahnya antara pikiran, emosi dan perilaku. Istilah skizofrenia menggantikan istilah dementia praecox semenjak ia tak selalu disertai oleh kemunduran daya pikir dan tidak selalu terjadi di usia muda.

Penjelasan Lebih lanjut

Skizofrenia adalah gangguan jiwa dengan gejala utama berupa waham (keyakinan salah dan tak dapat dikoreksi) dan halusinasi (seperti mendengar dan melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada). Skizofrenia adalah juga penyakit yang mempengaruhi wicara serta perilaku. Seseorang yang menderita skizofrenia mungkin mengaku bahwa diri mereka adalah 'orang besar'. Seperti halnya pengalaman Satira Isvandiary (Evie) yang dituturkan dalam psikomemoarnya bahwa ia yakin jika ia adalah Ratu Adil yang dapat berbicara dengan segala makhluk tanpa batasan bahasa dan dapat berhubungan dengan Tuhan secara langsung. Pada kasus yang lebih jarang, bahkan ada penderita yang mengaku bahwa ia adalah Tuhan itu sendiri. namun gejala itu dapat bertumpuk dengan pikiran dan perasaan bahwa mereka adalah korban dari para penyiksa (victim of persecutors). mereka tak berdaya menghadapi kenyataan hidup karena pikiran dan perasaan mereka dipenuhi oleh waham dan halusinasi yang membuat diri mereka melambung dan sekaligus terhempas. Pada banyak kasus ketersiksaan itulah yang cenderung bertahan lama di dalam diri penderita, sehingga menurut data statistik 50% penderita skizofrenia pernah berusaha bunuh diri dan 10% berhasil mati.

Kenali Gejala-Gejalanya

Karena skizofrenia adalah penyakit yang kompleks, maka digunakanlah teknik untuk memeriksa secara medis sehingga penderita dapat dipelajari dengan cara yang objektif. salah satu pendekatan untuk menyederhanakan gejala-gejala skizofrenia adalah para peneliti membaginya menjadi gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif dapat didefinisikan sebagai fungsi yang berlebih atau terdistorsi dari fungsi normal, sedangkan gejala negatif dapat didefinisikan sebagai fungsi yang kurang atau hilang bila dibandingkan dengan fungsi normal.

Gejala positif meliputi waham, halusinasi, kekacauan wicara dan kekacauan perilaku seperti mendengar sesuatu yang tidak didengar oleh orang lain dan memakai pakaian yang tidak cocok dengan suasana.

Gejala negatif terdiri atas:
1. Perasaan yang datar (ekspresi emosi yang terbatas).
2. Alogia (keterbatasan pembicaraan dan pikiran, dalam hal kelancaran dan produktivitas).
3. Avolition (keterbatasan perilaku dalam menentukan tujuan).
4. Anhedonia (berkurangnya minat dan menarik diri dari seluruh aktivitas yang menyenangkan yang semula biasa dilakukan oleh penderita).
5. Gangguan perhatian (berkurangnya konsentrasi terhadap sesuatu hal).
6. Kesulitan dalam berpikir secara abstrak dan memiliki pikiran yang khas (stereotipik).
7. Kurangnya spontanitas.
8. Perawatan diri dan fungsi sosial yang menurun.
(Benhard Rudyanto Sinaga. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. 2007).

Gejala negatif skizofrenia nampaknya saling tumpang-tindih satu sama lain. Tiap-tiap gejalanya mewakili pengurangan dalam kemampuan emosional dan daya pikir yang penting bagi aktivitas sehari-hari.

Penyebab Skizofrenia

Faktor genetis

Skizofrenia disebabkan oleh banyak faktor. Skizofrenia jelas-jelas memiliki dasar biologis. namun nampaknya faktor psikososial juga berperan penting.
Hal pertama yang tidak boleh dilupakan adalah genetika. Walaupun ada kesulitan untuk menentukan gen mana yang mengakibatkan timbulnya skizofrenia, penelitian menunjukkan bahwa faktor pewarisan gen memiliki peranan dalam timbulnya skizofrenia pada seorang individu.

Dari berbagai penelitian terhadap anak kembar. mulai yang dilakukan oleh Luxenburger (1928) hingga Gottesman dan Shields (1972) dapat diketahui potensi anak kembar satu telur (monozygotic twin) untuk menderita skizofrenia adalah 35-69%. Pada kembar dari telur yang berbeda (dizygotic twin) kemungkinannya adalah 0-27% (Atkinson, Atkinson dan Hilgard. Pengantar Psikologi. 1996).

Apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia, maka kemungkinan anaknya menderita skizofrenia adalah 10%. Sedangkan bila kedua orang tua menderita skizofrenia kemungkinannya naik menjadi 40%. bahkan bila tak ada kerabat yang menderita skizofrenia, seseorang secara genetis masih mungkin menderita skizofrenia, karena potensi dalam populasi untuk menderita skizofrenia adalah 1%. Sehingga saat ini di kala Indonesia berpenduduk 230 juta jiwa, maka ada 2,3 juta orang yang menderita skizofrenia di negeri ini.

Faktor Neurokimiawi

Teori biokimiawi yang paling terkenal adalah hipotesis dopamin. Dopamin adalah salah satu neurotransmiter (zat yang menyampaikan pesan dari satu sel saraf ke sel saraf yang lain) yang berperan dalam mengatur respon emosi. Pada penderita skizofrenia, dopamin ini dilepaskan secara berlebihan di dalam otak. Sehingga timbullah gejala-gejala seperti waham an halusinasi.

Adapun penggunaan antipsikotik (obat medis untuk skizofrenia) generasi pertama (yang terkenal dengan sebutan obat tipikal) seperti Haloperidol dapat menimbulkan suatu dilema karena obat ini menekan pengeluaran dopamin di mesolimbik dan mesokortikal. Penurunan aktivitas dopamin di jalur mesolimbik memang dapat mengatasi gejal positif seperti waham dan halusinasi, namun akan meningkatkan gejala-gejala negatif seperti penarikan diri dari peraulan sosial dan penurunan daya pikir. hal tersebut dapat diatasi dengan penggunaan antipsikotik generasi kedua (yang terkenal dengan sebutan obat atipikal) seperti Risperidone dan Quetiapine karena antipsikotik atipikal menyebabkan dopamin di jalur mesolimbik menurun tetapi dopamin yang berada di jalur mesokorteks meningkat. (Benhard Rudyanto Sinaga. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. 2007).

Sumber : http://skizo-friend.blogspot.com

Stres Karena Pacar Ditentang Orang Tua

Stres Karena Pacar Ditentang Orang Tua

oleh Blog Curhatkita pada 20 Oktober 2010 jam 16:53

Dikutip dari Forum Curhat

Seorang gadis curhat terbuka di Forum Curhat bebeberapa waktu yang lalu tentang hubungannya dengan seorang pria yang ditentang keluarga besarnya. Saya kutif dan posting kembali curhat ini di blog Curhatkita, karena menurut saya banyak remaja yang mengalami masalah seperti ini. Dan diantara mereka ada yang memilih jalan keluar dengan cara mereka sendiri yang pada akhirnya berdampak negatif secara fisik, psikis dan sosial terhadap diri mereka sendiri, keluarga dan lingkungannya.

Semoga posting ini bisa menjadi cermin dan bahan renungan bagi para orang tua, agar lebih bijak dalam memahami masalah yang dihadapi anak-anak remajanya. Berusaha memahami masalah mereka dari sudut pandang mereka dan tidak menilai segala hal hanya dari segi materi semata. Silakan simak curhatnya.

Saya seorang mahasiswi,19 tahun. Saya mempunyai masalah dengan pacar yang tidak disetujui orang tua! Sampai sekarang, kami sudah menjalani hubungan selama 1,5 tahun dan sempat menjalani hubungan backstreet selama hampir 1 tahun.

Pacar saya (19 tahun) dilahirkan di keluarga yang sederhana, ayahnya sudah cukup berumur, dan sejak SMP dia hidup mandiri dan sangat malu apabila harus banyak minta kepada ayahnya. Ibunya sudah meninggal sejak dia SMP dan sampai sekarang ayahnya tidak menikah lagi. Rumahnya di komplek yang tidak jauh dari rumah saya.

Sebagian keluarga besar saya sangat menentang pacar saya karena mereka menganggap pacar saya sangat tidak sebanding. mungkin karena pacar saya tidak kuliah. Tetapi sekarang dia masuk ke salah satu perguruan tinggi dengan biaya sendiri. Banyak yang menjelek-jelekan pacar saya kepada keluarga besar saya, mungkin karena pacar saya orang yang sangat cuek masalah penampilan dan keluarganya sangat sederhana. Tetapi sebisa mungkin pacar saya berpakaian rapi dan sopan apabila datang ke rumah saya.

Keluarga besar saya, terutama Uwa (Paman/Pak Le) saya yang notabene "mantan org kaya" yang lumayan cukup terpandang, merasa pacar saya adalah sampah yang merusak nama baik mereka. Pikiran mereka terbatas hanya pada pacar anak-anaknya yang mempunyai masa depan tanpa mau tahu perjuangannya. Padahal tidak sedikit yang membicrakan keluarga saya di belakang yang memang "agak sedikit memilih-milih".

Seringkali pacar saya sangat sakit hati karena perkataan keluarga saya yang disebarkan ke tetangga-tetangga tapi, pacar saya sabar karena menghargai saya dan keluarga. Saya sempat mengalamai gejala stress dan berat badan turun 10 kg. Selain stress gara-gara masalah ini, saya juga sedang mengikuti ospek pada waktu itu.

Papa saya juga berasal dari keluarga sederhana. Pada awalnya papa saya juga ditentang habis-habisan, tetapi sekarang termasuk mantu yg cukup sukses. Bukannya berkaca pada masa lalunya, papa saya yang pada awalnya diam saja, tetapi sekarang menyuruh saya cepat putus dan mama saya mengiyakan dan menyuruh saya mencari pacar di tempat kuliah.

pernah pada bulan puasa kemarin, saya pulang jam 8 malam, saya dimarahin sama mama, tetapi kakak laki-laki saya "ngapel" ke rumah pacarnya dari rumah jam 9 malam dan pulang jam 12 malam, nggak pernah dimarahin.
Apa-apa yang kita lakuin selalu salah dan dihina-hina. Sekarang saya mulai stress lagi, padahal sekarang pacar saya sudah berkuliah dan mempunyai pekerjaan sampingan. Jujur aja, kita udah saling sayang banget! Pacar saya sangat menghargai saya dan dia orang yang bertanggung jawab dan berkemauan keras.

Apa yang harus saya lakukan agar keluarga saya gak banyak bicara dan menyetujui hubungan kami?
Agar saya tidak stress lagi?
Saya orang yang sangat sensitif, apalagi kalau dikritik!!
Tolong saya yah!?

Saran saya (Admin):

Saya setuju dengan pilihan kamu. Kamu memilih pria yang mandiri dan punya keinginan kuat untuk maju. Saya yakin suatau saat nanti ia akan menjadi orang yang sukses. Saya juga yakin dia akan menjadi suami yang baik dan setia, alasannya? Darah ayah yang mengalir di tubuhnya adalah ayah yang setia pada istrinya, sampai-sampai ia tak menikah lagi sejak istrinya meninggal. Dua hal ini sebenarnya bisa menjadi alasan yang cukup bagi orang tuamu untuk menerima pacar kamu di keluarganya. Belum menjadi jaminan anak orang kaya, anak pejabat atau anak orang terhormat akan menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab.

Masalahnya sekarang, bisa gak kamu meyakinkan orang tua kamu tentang apa yang kamu yakini dari pacar kamu saat ini. Kamu harus mencari cara untuk meyakinkan orang tua kamu, tentu saja dengan cara-cara yang santun dan elegan, bukan dengan cara-cara yang negatif dan emosional. Kamu harus tetap berpikir jernih menghadapi situasi ini.

Buktikan bahwa pacar kamu memang pria yang bertanggung jawab, mandiri dan punya keinginan kuat untuk maju. Pacar kamu harus bisa menunjukan kepribadian dan kemampuanya kepada keluarga besar kamu. Lebih bagus kalau pacar kamu punya pekerjaan dengan potensi karier dan masa depan yang bagus.

Jangan abaikan,penampilan juga penting. Penampilan pacar kamu harus benar-benar meyakinan di hadapan keluarga besar kamu. Dengan sikap dan penampilan yang meyakinkan ditambah pekerjaan dengan karier yang bagus, mungkin semua itu bisa meyakinkan dan meluluhkan orang tua kamu untuk bisa menerima pacar kamu sebagai bagian dari keluarga besar kamu.

Ada dua kemungkinan akhir dari kasus ini, kamu yang menyerah atau orang tua kamu yang menyerah. Saya berharap orang tua kamu yang menyerah dan kamu yang menang dengan elagan. Jangan lupa berdo’a, memohon kepada-Nya agar membukakan pintu hati dan meluluhkan kekerasan hati orang tua kamu. Semoga berhasil!

Serba Macan

Dadang Hawari - serba macan

Diambil dari artikel majalah Estate...

Seluruh sudut ruangan di rumahnya penuh dengan berbagai jenis pernak-pernik bermotif macan, dan sejenisnya.

Sejak puluhan tahun lalu Dadang Hawari (64) sudah terobsesi dengan harimau alias macan. Obsesi itu bermula saat Dadang kecil mendapat cerita, ibunya bermimpi diberi anak macan oleh orang tuanya. Sejak itu ia pun menyukai macan dan kerap menyempatkan diri ke kebun binatang untuk melihatnya.

Masalahnya, Dadang tak mungkin memiliki atau memelihara si "raja hutan" itu, karena selain berbahaya, binatang itu juga dilindungi. Sebagai gantinya ia dan istrinya, Emi Hawari, mengumpulkan segala pernak-pernik bermotif macan.

Mula-mula psikiater senior itu hanya mengumpulkan poster-poster dan stiker macan yang dilakukan pada masa kuliah dulu. Setelah menikah koleksinya meluas ke perabot dan aksesoris rumah.

Kini rumah dua lantai seluas 300 m2 di Tebet Mas Indah, Jakarta Selatan itu, penuh dengan segala "jenis" macan dan spesies sejenis. Bentuknya sangat beragam, mulai dari karpet, bed cover, cover sofa, sarung bantal, patung, lukisan, mug, teko, bingkai foto, sampai serbet.

Dadang mengoleksinya dari berbagai tempat di dalam dan luar negeri. Menurut kakek delapan cucu yang banyak memberi penyuluhan soal bahaya psikotropika dan pergaulan bebas ini, koleksinya ada yang dibeli di sela-sela perjalanan dinas, seminar, atau workshop ke Jerman, Inggris, AS, Australia, Thailand, dan lain-lain. Kalau tidak sempat, ia titip pada diplomat kenalannya.

PATUNG MACAN
Begitu obsesifnya Dadang dan Erni, sehingga ke manapun mata memandang di rumahnya di situ ada macan. Begitu hendak memasuki rumah, tamu sudah disuguhi ukiran empat macan di pintu utama, disusul karpet dan meja-kursi dilapisi cover kulit macan asli di ruang tamu. Lebih ke dalam aneka benda bermotif macan dalam beragam ukuran, dimensi dan warna, lebih banyak lagi.

Patung macan misalnya, ada yang putih bergaris hitam, ada pula yang coklat dengan garis-garis hitam. Sebagian dipajang di berbagai sudut lantai dan dinding, sebagian ditaruh di meja, sebagian lagi yang berukuran kecil diletakkan di rak-rak kayu. Salah satu koleksi "macan" yang cukup besar, dibaringkan di atas meja kaca dengan penyangga seekor induk macan yang tengah menggendong anaknya.

Sebuah Buku Karya Orang Dengan Skizofrenia

Sebuah Buku Karya Orang Dengan Skizofrenia

Anta Samsara, saya kenal dia di dunia maya karena kami sama-sama mengalami problem psikologis walaupun dengan jenis yang berbeda. Meski belum pernah bertemu langsung di dunia nyata, kami suka saling berbagi cerita tentang derita psikologis yang kami alami. Melalui jalan yang berbeda kami mencari solusi penyembuhan untuk diri kami masing-masing.

Seperti air sungai yang mengalir dan memberi manfaat kepada apa pun yang di laluinya sebelum akhirnya sampai di lautan luas. Begitu pula Anta Samsara, dalam menjalani proses panjang penyembuhan derita jiwanya dia sangat aktif membantu orang-orang yang mengalami problem psikologis seperti dirinya. Dia berbagi pengalaman dan pengetahuanya melalui berbagai media, ruang seminar dan organisasi.

Dia mencatat perjalanan panjang derita jiwanya dengan tekun dan penuh dedikasi. Catatan-catatannya itu lalu dihimpunya menjadi sebuah naskah yang saat ini telah terbit menjadi sebuah buku berjudul “Gelombang Lautan Jiwa”. Di bawah ini adalah sinopsis buku tersebut.

Gelombang Lautan Jiwa, Sebuah Psikomemoar

Sinopsis

Oleh : Anta Samsara

Anta Samsara berada dalam sebuah ruangan rumah sakit, ia antara sadar dan tidak. Ia baru saja menelan puluhan antipsikotik dan anti-kecemasan, Ia bunuh diri dengan obat yang diresepkan oleh dokternya. Ia berada dalam keadaan amat depresi dan merasa tak lagi punya harapan. Namun Tuhan tak mengizinkannya untuk meninggalkan dunia ini, dan ia harus terus hidup menganggungkan derita.

Anta Samsara adalah penderita skizofrenia yang mendengar suara-suara yang mengejeknya. Ia mengalami ujian hidup semenjak ia masih dalam kandungan. Ia coba digugurkan oleh ibunya karena kemiskinan, akan tetapi adalah kehendak Tuhan yang membuatnya terus tumbuh dan lahir ke dunia.

Ia mengalami gejala awal skizofrenia semenjak masa sekolah, termasuk berusaha bunuh diri karena tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Perjalanan jiwa dan ketidakmengertian keluarga membuatnya terombang-ambing dari tempat yang satu ke tempat yang lain.

Ia pernah berobat ke beberapa paranormal. Namun hal itu membuatnya malah semakin terpuruk semakin dalam di jurang skizofrenia. Di tempat pengobatan tradisional itu, ia malah menyaksikan banyak tindakan penyembuhan yang tidak manusiawi, seperti misalnya tendangan yang ditujukan kepada mereka yang tidak mau mandi, atau pengurungan dalam sel 2X1 meter hanya karena stigma bahwa mereka berbahaya. Ia kabur pada suatu dini hari dari paranormal yang merawatnya itu.
Akhirnya ia memutuskan bahwa ia hanya akan berobat ke medis, karena ia menyadari bahwa perlakuan di institusi medis lebih manusiawi daripada di pengobatan tradisional. Lagipula dari informasi yang ia dapatkan dari berbagai sumber ia mengetahui bahwa skizofrenia adalah penyakit medis dan bukan disebabkan oleh gangguan gaib.

Kesembuhan tidak datang begitu saja dengan mudahnya. Ia kerapkali gagal dan terkadang menyerah. Perjalanan pemulihannya adalah sebuah evolusi yang berjalan tidak dengan tiba-tiba. Pada tahun 2008 ia bertemu dengan beberapa orang yang empatik dan mendirikan Perhimpunan Jiwa Sehat. Ternyata apa yang ia derita kemudian dapat dibagi dengan orang lain yang sama-sama mengalami.

Karena mendapat dukungan yang memadai, terutama setelah aktif dengan berbagai aktivitas di dalam Perhimpunan Jiwa Sehat, ia mulai merasakan perbedaan yang menyolok dengan masa-masa sebelumnya. Ia kini dapat berpikir dengan jernih akan apa yang terjadi dengan kehidupannya di masa lalu. Ia dapat merenung dan akhirnya pada suatu hari ia menemukan filosofi baru yang membuatnya tidak pernah sama dengan dirinya sebelumnya. Ia berkesimpulan bahwa setiap petaka dalam hidup memiliki hikmah. Ia berkesimpulan bahwa sebenarnya “derita bukanlah bencana, akan tetapi merupakan pengalaman bermakna”.

Membaca psikomemoar ini Anda akan menyadari bahwa perjalanan penderita skizofrenia dapat mengarah ke timbulnya pandangan hidup yang baru, walaupun ia hingga kini masih jadi pendengar halusinasi suara. Ternyata ada sisi baik dari gangguan jiwa, yang mungkin tidak dialami oleh semua orang. Perjalanan jiwa dapat bermuara pada suatu psikologi positif dalam menjalani kehidupan.

Pantun

PANTUN

Tingkap papan kayu bersegi,
Sampan sakat di Pulau Angsa;
Indah tampan karena budi,
Tinggi bangsa karena bahasa.
===========================
Buah berangan masaknya merah,
Kelekati dalam perahu;
Luka di tangan nampak berdarah,
Luka di hati siapa yang tahu.
=============================
Dari mana punai melayang,
Dari paya turun ke padi;
Dari mana datangnya sayang,
Dari mata turun ke hati.
============================
Pucuk pauh delima batu,
Anak sembilang di tapak tangan;
Tuan jauh di negeri satu,
Hilang di mata di hati jangan.
==================================
Kalau tuan jalan ke hulu,
Carikan saya bunga kemboja;
Kalau tuan mati dahulu,
Nantikan saya di pintu syurga.
=========================
Halia ini tanam-tanaman,
Ke barat juga akan condongnya;
Dunia ini pinjam-pinjaman,
Akhirat juga akan sungguhnya.
==========================
Malam ini merendang jagung,
Malam esok merendang serai;
Malam ini kita berkampung,
Malam esok kita bercerai.
========================
jalan-jalan ke kota paris
banyak rumah berbaris-baris
biar mati diujung keris
asal dapat dinda yang manis…



ke cimanggis membeli kopiah
kopiah indah kan kau dapati
begitu banyak gadis yang singgah
hanya dinda yang memikat hati

jika aku seorang pemburu
anak rusa kan kudapati
jika dinda merasa cemburu
tanda cinta masih sejati

darimana datangnya sawah
dari sawah turun ke kali
dari mana datangnya cinta
dari mata turun ke hati
============================
Bau-bau jembatan tujuh,,
tempat memungut sebuah lolah,,
kalau adinda udah setujuh,,
tunggulah saya tamat sekolah,,

Pisang nangka buat kolak
Jambu biji diblendrin
Kalo nona tetep galak,
Lebaran depan ga dimaapin

menaiki kereta merknya honda
pergi selayang kerumah hanapi
bila cinta mekar di dada
siang terkenang malam termimpi

anak unta siapa yg punya
menangis iba kehilangan ibu
bila cinta sudah menyapa
rindu mulai membara dikalbu

mulanya duka kini menjadi lara
teman tiada hanyalah sendu
bila rindu mulai membara
itulah tanda cinta berpadu

hati berdetik dalam cahaya,
seperti belati menikam dada
Cinta abadi kekal selamanya
Musim berganti tapi wajah takkan lupa

cinta datang tak berwaktu
perasaan senang,sedih dan pilu tak menentu
semua hadir tanpa permisi
untuk mencoba mengisi hati

hati-hati minum digelas
kalau terlepas pecahlah nanti
cinta hati selalunya ikhlas
cinta buta yang makan hati

cinta tak memandang bulu
cinta juga tak mengenal waktu
rasakan cinta dihatimu
betapa indah mengikis kalbu

bila terluka berkata begitu
hingga terlupa cinta yang suci
cinta manusia memanglah begitu
cinta padaNYA cinta yang sejati

terluka hati karna kata udah biasa
namun terluka karna usia sungguh asa
bila kata dianggap tak bermakna
tapi usia adalah segalanya

Untuk menjadi seorang perwira
Harus bertapa di dalam gua
Kalau cinta kukuh di jiwa
Biar melayang kembali jua

papua tanah impian jiwa
kubermimpi melayang terbang kesana
teman sehati selalu bersua
karena tak bisa terpisahkan begitu saja

panah cinta tlah menancap…
kedua hati pun menyatu…
asmara semakin mendekap…
cinta takkan berlalu…

anak ayam turun ke kali
bermain air riang gembira
betapa senangnya bisa ngejunk lagi
memburu kata mengejar tawa

minum arak pahit rasanya…
tidak cocok untuk anak kuliah…
apalah daya sudah usaha…
belum apa-apa sudah binasah…

sunggulah indah si burung pipit
terbang yang tenang si burung dara
bila ku tahu bercinta sakit
takkan ku mulai dari semula

orang palembang menanam padi
negeri malaka negeri seberang
putus cinta jangan bersedih
dunia ini masih panjang

burung kakatua
hinggap dijendela
siapa yang jatuh cinta
pasti cemburu buta

Burung kakak tua udah tak berdaya
Burung adik muda terbang ke angkasa
Makasi kakek telah berjuang bela negara
Sekarang adek bahagia di hari MERDEKA

kucing kurus mandi dipapan
papan nya sikayu jati
aku kurus bukan karena kurang makan
tetapi mikirin sijantung hati

disana gunung disini gunung
ditengah tengah gunung berapi
kesana bingung kesini bingung
itulah namanya jatuh hati
=====================================
cinta adalah buta…
buta adalah cinta…
ketik C spasi D…
cape D…

(Ket: pantun gaya baru,pola AABB)
===================================
Banyak bunga di taman cuma satu kupetik
Banyak anak perawan cuma Adik yang cantik
=======================
Pria:
Banyak bunga di taman cuma satu kupetik
Banyak anak perawan cuma Adik yang cantik

Wanita:
Banyak buah semangka dibawa dalam sampan
Banyak anak jejaka cuma Abang yang tampan

Pria:
Berjuta bintang di langit
Satu yang bercahaya
Berjuta gadis yang cantik
Adiklah yang kucinta

Wanita:
Pandai Abang merayu, hatiku rasa malu

Pria:
Rumah atapnya tinggi terbuat dari bambu
Cuma Adik kupilih dan yang selalu kurindu

Wanita:
Gunung puncaknya tinggi tertutup oleh salju
Memang Abang kupilih dan yang selalu kurindu
=============================
Jika tuan mudik ke hulu
Carikan saya bunga kemboja.
Jika tuan mati dahulu
Nantikan saya di pintu surga.
===============================
Batang buluh berisi santan,
Bunga mawar seri pengantin,
Untung sungguh nasib badan,
Ada penawar zahir batin.
=============================
rancak gagah silat pahlawan
bertahan di kanan menyerang di kiri
tatkala bulan dilindung awan
mengapa pungguk berdiam diri?
============================

Krisis Identitas

Dadang Hawari – Krisis Identitas

Sumber Hammas

Menggugat Budaya Serba Boleh

“Siapkan generasi muda Islam yang jauh dari Islam, tapi tidak usah memurtadkannya. Generasi muda Islam yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah: pemalas dan hanya mementingkan kepuasan nafsunya. Jika itu tercapai, misi utama kalian bisa berhasil dengan maksimal” (Samuel Zweimer, Tokoh Yahudi, Direktur Organisasi Missi pada Konferensi Missionaris di Yerusalem, 1935).

Gundukan tanah merah di Taman Pemakaman Umum Ar-Rahmah, Tangerang, masih basah berduka. Turut menangisi akhir tragis kehidupan Eka Wanti (20 th) dan Rani Sintami (12 th), dua kakak-beradik korban acara jumpa fans A1 (baca: Eiwan) di Mal Taman Anggrek Jakarta (18/3). Tanah merah basah itu jadi saksi suatu kesia-siaan yang hanya berujung pada gumpalan penyesalan. Selain Eka dan Rani, dua gadis remaja lainnya juga tewas dalam acara yang sama.

Bukan kali ini saja para remaja ‘merelakan’ nyawa dan hidupnya demi sebuah tong kosong. Di Bandar Lampung, 19 November tahun lalu, konser Sheila On 7 (SO7), juga merenggut paksa nyawa empat remaja. Tak terbilang lagi berapa remaja yang terinjak-injak, jatuh pingsan, bahkan mengalami pelecehan seksual. Korban yang berjatuhan, bukan lagi belasan, tapi sudah puluhan bahkan ratusan.

Seperti yang terjadi di Gelanggang Olahraga (GOR) Padjadjaran Bogor (6/3). Saat itu SO7 menggelar konser, tidak kurang dari 80 remaja jatuh pingsan. Fla Priscilla, penyiar Radio Prambors Jakarta yang kebagian tugas meliput pertunjukkan tersebut, tulang kering kakinya robek dan terpaksa dioperasi sepuluh jahitan.

Yang paling anyar, konser SO7 di Cirebon (25/3) juga berujung rusuh. Belasan remaja luka-luka, bahkan satu orang tertembak kakinya oleh peluru aparat saat tindak pengamanan. Dan ini mungkin bukan yang terakhir. Kasus-kasus serupa tidak mustahil akan terulang kembali jika hal tersebut masih saja dipelihara.

Jika mau jujur, tanpa bermaksud mengecilkan arti hilangnya beberapa nyawa di atas, kasus yang membetot kesadaran tersebut sebenarnya cuma sebuah riak kecil dalam keriuhan dan kegaduhan budaya liar ekosistem yang memang teramat kompleks seperti sekarang ini. Bagaimana pun, budaya hanyalah satu kepingan kecil dari keseluruhan mosaik tata nilai yang berlaku di masyarakat.

Chaerul Umam, pekerja seni yang kerap mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dalam film-film garapannya memandang hal itu memang bagian yang inheren dengan ‘modernisasi’ yang kini katanya tengah mengglobal. “Ini pengaruh dari sampah-sampah globalisasi yang membingungkan. Dikira positif atau modern, dan dianggap harus, maka diambil saja. Nggak diambil substansi modernisasi yang sebenarnya. Tapi sampahnya saja yang ditiru,” keluh Mamang, panggilan akrab Chaerul Umam.

Sejalan dengan Mamang, Prof. Dadang Hawari menilai, “Ini tidak lain karena pengaruh globalisasi informasi dari Barat. Semua masuk dan dalam keadaan interaksi antar budaya karena tidak ada ruang batas waktu teritorial lagi.

Karena dunia ini sudah terbuka, maka tata nilai kehidupan atau gaya hidup dari negara-negara yang dianggap maju tentu pengaruhnya lebih besar dari yang terbelakang seperti kita sekarang ini.”

Dadang Hawari menambahkan, “Yang lebih ironis lagi, kita punya pemimpin yang idolanya itu bukan Nabi Muhammad saw. Maka jadilah krisis identitas. Jadi sebenarnya, krisis kita sebagai bangsa bukan hanya remajanya saja yang krisis identitas, tapi orangtua bahkan pemimpin kita juga krisis identitas.”

Mutammimul ‘Ula, SH, sepakat jika fenomena yang menimpa kebanyakan remaja sekarang ini juga tidak bisa dilepaskan dari sikap para orangtua saat ini. “Pergaulan remaja itu berbanding lurus dengan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat keseluruhan itu mengalami permisivisme, cenderung serba boleh. Di satu sisi terbentuk kalangan agama, umat Islam khususnya mengalami pengentalan, nilai-nilai yang ketat dan keras. Tapi di sisi lain ada yang mengalami pengendoran nilai-nilai agama,” tutur Mas Tamim, sapaan akrabnya.

Mantan Ketua PB-PII ini menyimpulkan, “Jadi remaja itu bagian saja, refleksi dari kehidupan masyarakat secara umum. Dia bukan sekelompok kecil yang bebas, lalu yang tua-tua itu nggak ikut andil. Mereka juga terlibat. Jadi permissivisme itu melanda sebagian besar masyarakat.”

Seabreg sisi negatif yang diakibatkan budaya serba boleh kini memang tidak menghinggapi para remaja saja, banyak orangtua pun turut terinfeksi. Namun khusus terhadap para remaja, memang diperlukan suatu tindakan serius guna menanganinya. Sebab bukankah masa depan suatu bangsa itu terletak di tangan para generasi muda? Jika kini banyak generasi muda yang rusak, maka akan jadi apa bangsa ini kelak? Terlebih bangsa Indonesia adalah bangsa Muslim terbesar di dunia, jika asset yang sangat berharga ini rusak, siapa yang akan mengeduk keuntungan selain musuh-musuh Allah?

Prof. Dadang Hawari punya pandangan menarik. Tokoh medis yang banyak menangani kasus-kasus NAZA ini tidak percaya jika segala kerusakan ini terjadi begitu saja tanpa ada kepentingan suatu kelompok dibaliknya. “Ada upaya sistematis menghancurkan negara, bukan dengan senjata api, tapi dengan NAZA (Narkotika dan Zat Adiktif lainnya) termasuk minuman keras, yang lainnya ya merusak akidah.

Apalagi negara kita ini mayoritas Muslim, bagaimana akidahnya, moralnya dirusak dengan cara NAZA, jadi hancur. Keluarga yang tadinya baik-baik, jadi munkar perilakunya.” Henry Yosodiningrat, pengacara kondang yang juga memimpin LSM Granat (Gerakan Anti Narkotika) dalam sebuah acara di stasiun teve swasta juga pernah melontarkan sinyalemen ini. “Sebab bila tidak demikian, penjelasan apa yang bisa dikemukakan jika yang dijadikan sasaran utama narkotika itu adalah generasi muda, yang masih anak-anak malah,” ujarnya dengan nada tinggi.
Penghancuran suatu bangsa atau negara lewat NAZA dan sejenisnya bukan sekadar isapan jempol. Sejarah mencatat, ketika berperang dengan Barat (Inggris), seluruh elemen masyarakat Cina—dari para politisi, tentara, hingga lapisan rakyat kecil dicekoki Barat dengan candu.

Mereka jadi lemah. Dengan amat mudah Barat berhasil memenangkan perang tersebut dan Cina dijajah. Tanah Cina yang luas itu dikapling-kapling untuk Jerman, Belanda, Itali, dan Inggris. Sebab itu, perang antara Cina lawan Barat tersebut, lebih populer dalam sejarah disebut Perang Candu (1839-1842 dan 1856-1860)

Contoh lain adalah perang Vietnam. Pasukan Marinir AS yang legendaris dan dibekali dengan persenjataan mutakhir akhirnya bertekuk-lutut di hadapan serdadu Vietkong yang lebih mirip petani dengan senjata seadanya. Walau banyak hal yang menyebabkan kekalahan Marinir AS ini, namun peranan strategi Vietkong yang terus-menerus mengumpan morfin pada tentara AS tidak bisa diremehkan. Marinir AS yang melegenda itu pada akhirnya lemah dan tunggang-langgang lari dari neraka Vietnam. Hingga detik ini, perang Vietnam masih menjadi momok menakutkan bagi warga Paman Sam tersebut.

Akan halnya Indonesia, Barat (yang telah dikuasai Zionis) memang amat berkepentingan untuk melemahkannya. Prof. Dadang Hawari menegaskan, jaringan Zionis memiliki banyak kepentingan dengan Bangsa Muslim terbesar di dunia ini. “Ada peran Zionis di sini. Di dunia ini, Zionis itu terkenal dengan bisnis narkotika, VCD porno, dan pelacuran,” tandasnya.

Sikap Dadang Hawari sejalan dengan pandangan pakar ekonomi dari Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Prof. Dr. Suroso Imam Sadzuli. Dalam buku ‘Molimo’ (Hawari, 2000), Suroso menilai hubungan RI-Israel akan banyak merugikan Indonesia, baik secara ekonomi mau pun politik. Lebih jauh Suroso menuturkan jika hubungan itu terealisasi maka Indonesia akan jadi lintasan jaringan bisnis narkotika internasional, sebab Israel juga merupakan “negara shabu-shabu dan prostitusi” terkenal. “Israel bisa mengawali dengan dagang film atau VCD, lalu kemudian narkotika dan akhirnya ekspor prostitusi,” ujar Suroso.

Hal tersebut sesungguhnya bukan barang baru lagi bagi umat Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah berfirman, “Tidak akan pernah rela kaum Yahudi dan Nasrani kepadamu, hingga kamu mengikuti keyakinan mereka” (QS. Al-Baqarah:120). Maha Benar Allah dengan segala firman-NYA. Sebab itu, selama jantung orang-orang Yahudi masih berdegup, selama nafas masih dikandung badan, selama itulah mereka senantiasa memerangi kaum Muslimin di mana pun berada. Pernyataan Samuel Zweimer di atas hanyalah contoh kecil dari kebencian dan itikad buruk kaum Zionis kepada umat Islam.

Ironisnya, segala serangan budaya yang dilancarkan Zionis terhadap generasi muda kita diterima dan dimamah bulat-bulat. Jadilah mereka generasi muda yang bangga dengan meniru dan menjadi pengikut, bukan pelopor. Mereka tak sadar bahwa idola massa (penyanyi, bintang film, dan sejenisnya) seperti dikatakan Horkheimer—tokoh Sekolah Frankfurt, juga bukan dalam artian sesungguhnya.

Mereka—idola massa itu—hanya fungsi dan sekedar iklan dari industri modal. Kebesaran dan ‘ketampanan’ mereka hanyalah perpanjangan tangan dari kebesaran dan ‘ketampanan’ teknologi kapitalis.

Namun walau demikian, di tengah kondisi yang meresahkan hati ini ternyata masih ada putera-puteri kita yang santun dalam bergaul, sekaligus taat pada Sang Pencipta. Oase yang menyejukkan di tengah padang tandus ini tengah menggeliat membentuk diri jadi kreator kehidupan. Mereka membangun budaya alternatif sebagai tandingan budaya jahili.

Manajer Tim Nasyid Izzatul Islam, Nurkholiq Ramdhan, menyatakan, “Jika ditanya siapa sesungguhnya figur kita-kita ini, ya Rasulullah saw. Namun remaja kan butuh pula figur yang ril. Jika itu tidak didapat dari lingkungan keluarganya, entah ayah ibunya, dia akan mencari keluar rumah. Untuk inilah diperlukan suatu budaya alternatif seperti nasyid, misalnya.”

Menumbuhkan budaya alternatif, yang muncul dari tengah-tengah masyarakat sendiri tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan positif dari pemerintah. “Seperti filosofi wudhu, maka yang pertama mempunyai kewajiban membersihkan diri adalah pihak penguasa, setelah itu baru turun hingga ke rakyat bawah,” kata ustadz Rahmat Abdullah.

Pihak penguasa yang memiliki alat pemaksa sesungguhnya berkewajiban memilah mana budaya yang diperbolehkan dan mana yang tidak, atau minimal membuat rambu-rambu yang tegas dengan pelaksanaan hukuman bagi pelanggarnya yang sungguh-sungguh ditegakkan. Ini semua perlu dilakukan demi kemashlahatan umat.

Dadang Hawari mencontohkan, “Di negara-negara Islam, seperti di Pakistan dan Bangladesh, kalau ketahuan berzinah hukumannya dicambuk rame-rame. Kalau di Saudi lebih jelas lagi karena hukum Islam sudah ditegakkan sampai ada yang dihukum mati. Dan di Eropa serta Amerika, sebenarnya sudah menuju ke sana, misal, perkosaan saja itu sudah sampai ada yang dihukum mati. Jadi dalam banyak hal, kalau kita mau jujur, maka UU yang dibuat oleh manusia, baik di Eropa maupun di Amerika yang sudah maju itu, banyak hukum-hukum Islam yang dijalankan.”

Dadang menambahkan, “Masyarakat AS sekarang telah membuat UU Anti Pelacuran, bahkan di Thailand UU Anti Pelacuran sudah ada sejak tahun 1996. Barangsiapa melakukan bisnis pelacuran, itu bisa dihukum penjara, karena apa? Karena pelacuran adalah eksploitasi seksual komersial atas kaum perempuan. Omset pelacuran di negara kita ini 11 trilyun, sebab itu dipelihara sekali.”

Indonesia harusnya malu dengan kenyataan ini. Sebagai bangsa Muslim terbesar di dunia, Indonesia seharusnya bisa lebih tahan terhadap serbuan sistem dan budaya jahili tersebut. Terlebih di balik serbuan tersebut terselip kepentingan ideologis Zionis yang bernafsu menghancurkan generasi muda Islam. Tapi apa mau dikata, mungkin sekarang belum bisa kita mengharapkan itikad baik dari pemerintah. Apalagi Presiden Abdurrahman Wahid sendiri punya hubungan kental dengan Zionis Israel?

Jalan satu-satunya, seperti yang disepakati Ustadz Rahmat Abdullah, Dadang Hawari, dan juga Psikolog Sartono Mukadis, akan lebih mungkin adalah dengan memberdayakan ketahanan keluarga kita sendiri, baru ketahanan masyarakat sekitar.

Rizki Ridyasmara

Kasus Skizofrenia

Kasus Skizofrenia

Kasus skizofrenia yang digambarkan pertama kali dengan jelas dalam literatur berbahasa Inggris mungkin terjadi pada tahun 1810 saat pasiennya John Haslam di Rumah Sakit Jiwa Bethlem (St. Mary of Bethlehem) yang bernama John Tilly Matthews yakin bahwa sebuah "mesin neraka" menyiksa dan mengendalikan dirinya. Dalam serangkaian pengungkapan, Matthews menggambarkan bagaimana mesin tersebut memecah, meledakkan dan memanjangkan otak dalam usaha untuk menundukkan dirinya. (M.H. Stone. Healing the Mind: A History of Psychiatry from Antiquity to the Present. 1997).

Mengapa pikiran dapat menyerang diri sendiri seperti pada pasien skizofrenia? Dapatkah pikiran dan terutama hidup mereka kembali ke keadaan normal seperti sediakala? Apakah yang harus dilakukan untuk mewujudkan hal itu? Tulisan-tulisan di Blog Skizofrenia ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kita akan mulai dengan tiga contoh kasus yang kami ambil dari Dennis C. Daley & Ihsan M. Salloum, Hazelden Chronic Illness Series: Clinician's Guide to Mental Illness. (2001).

Contoh Kasus 1
Joe adalah siswa yang baik di sepanjang masa SMA-nya. Ia anggota tim futbol, mempertahankan ranking yang bagus dan mendapatkan pujian pada tiap semesternya.
Ia ramah dan populer. Menjelang akhir semester pertama di maktab (college)-nya, semuanya mulai berubah. Joe tak lagi makan bersama dengan kawan-kawannya, pada kenyataannya ia mulai berkurung diri di dalam kamarnya. Ia mulai mengebaikan kesehatan pribadinya dan berhenti menghadiri kuliah. Joe mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dan harus membaca kalimat yang sama secara berulang-ulang. Ia mulai percaya bahwa kata-kata dalam naskah bukunya memiliki makna yang khusus baginya dan dengan sesuatu cara memberitahukannya sebuah pesan untuk menjalankan sebuah misi rahasia. Joe mulai menyangka bahwa kawan sekamarnya bersekongkol dengan telepon dan komputernya untuk mengawasi kegiatannya. Joe menjadi takut jika kawan sekamarnya tahu akan pesan dalam naskah bukunya dan kini mencoba untuk menipunya. Joe mulai percaya teman sekamarnya dapat membaca pikirannya, pada kenyataannya siapapun yang ia lewati di aula atau di jalanan dapat mengatakan apapun yang ia pikirkan. Saat Joe sedang sendirian di kamarnya, ia dapat mendengar bisikan mereka yang ia percayai sedang mengawasinya. Ia tak dapat memastikan apa yang mereka katakan tapi ia yakin bahwa mereka membicarakannya.

Contoh Kasus 2
Roger adalah pria berusia 36 tahun yang memiliki riwayat panjang mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk melukai diri sendiri dan orang lain. Ia telah menuruti suara-suara itu di masa yang lalu dan akibatnya ia harus menjalani pemenjaraan karena telah mengancam seseorang dengan sebilah pisau. Ia juga takut dilukai oleh musuh-musuhnya dan hal itu mengakibatkannya tidak tidur dengan tujuan untuk melindungi dirinya sendiri. Roger secara aktif menggunakan alkohol, ganja dan kokain untuk mengatasi gejala-gejalanya. Roger telah lama berhenti minum obat dari dokternya karena pengalamannya akan ketidaknyamanan efek sampingnya. Ia melaporkan bahwa ia merasa letih dan tidak dapat berhenti melangkah. Ia pada mulanya mengalami pemulihan saat pertama kali menggunakan narkoba dan alkohol. Tapi segera setelah itu ia menemukan bahwa semakin banyak ia menggunakan narkoba dan alkohol semakin paranoid dan menjadi semakin waspada ia jadinya dan gejala-gejalanya kembali menjadi parah. Kekhawatiran Roger akan melukai orang lain dan ketakutan akan dilukai telah mengakibatkan dirinya memiliki rencana untuk bunuh diri. Ia tak mampu untuk mengetahui kaitan antara obat dari dokternya dan narkoba dengan pengendalian gejala dan pemburukan penyakitnya. Roger juga harus berjuang melawan diabetes dan ketidakmapanan gula darah karena kurang gizi dan penggunaan alkohol.

Contoh Kasus 3
Edward menghabiskan waktunya sendirian di tempat tidur, jika ia bisa. Sebelum ia sakit, ia menikmati waktunya bersama keluarganya atau bekerja. Kadangkala ia berpikir masalah pekerjaan, dan kadang-kadang ia membuat rencana, namun ia nampaknya tak pernah mencapai tahap wawancara atau kontrak kerja. Saat ia mengunjungi orang tuanya mereka mencoba membujuknya untuk berbicara tentang masalah keluarga atau politik. Edward tak banyak berkata-kata. Walaupun ia menolak dikatakan depresi, dan ia mengungkapkan harapannya akan masa depan, ia hampir-hampir tak pernah tersenyum dan benci untuk membereskan piring sisa makan atau membereskan tempat tidurnya. Psikiater telah menanyainya tentang suara-suara, akan tetapi Edward bersikukuh bahwa ia tak pernah mendengarnya. Saat ia dirawat di rumah sakit untuk pertama kalinya, ia ingat, ia kesulitan untuk mempertahankan jalan pikirannya, dan ia tahu ia bertingkah aneh karena polisi menangkapnya saat ia keluyuran di jalanan ketika mengenakan pakaian menyelam. Tapi Edward tak dapat mengingat kenapa dan nampaknya hal itu bukan lagi merupakan masalah baginya.

Seperti yang telah digambarkan dalam contoh kasus di atas, skizofrenia adalah penyakit mental yang memiliki rentang yang luas. Bahkan beberapa ahli meragukan bahwa penyakit ini adalah gangguan yang tunggal. Fakta bahwa hanya ada satu kata untuk merujuk ke sesuatu penyakit tidaklah berarti bahwa penyakit itu satu (Nancy C. Andreasen. Schizophrenia: from Mind to Molecule. 1994).

Penulis : Anta Samsara
http://skizo-friend.blogspot.com

Dadang Hawari on Maia & Dhani Ahmad case

Dadang Hawari on Maia & Dhani Ahmad case

Sumber tabloid Nova

Suami-istri bekerja, seperti yang terjadi pada pasangan Dhani-Maia, menurut psikiater Prof. DR. H. Dadang Hawari, sudah umum terjadi dewasa ini. Alasan istri bekerja punya latar belakang beragam. Namun yang sering dikemukakan, karena ingin membantu perekonomian rumah tangga dan mengaktualisasikan diri. "Kalau atas persetujuan suami dan asal bekerja di jalan yang halal, ya, enggak apa-apa," kata Dadang.

Memang, pada akhirnya istri yang bekerja punya tugas dan beban yang lebih berat dibandingkan suaminya. Karena sang istri harus bisa membagi waktu untuk mengurus suami dan anak-anaknya. Dalam situasi seperti ini, suami punya hak mengawasi istrinya agak tidak “lepas kendali”. Memang, dalam banyak kasus, kata Dadang, ketika istri bekerja, urusan keluarga dan anak menjadi terlantar.

Hal seperti inilah yang ditengarai Dadang terjadi pada rumah tangga Dhani-Maia, seperti yang dituturkan Dhani ke media massa. Jika dalam perjalanan karirnya istri mulai melupakan tanggung jawabnya dalam keluarga, Dadang menyarankan suami mengingatkan dengan cara baik-baik. Makanya Dadang mengecam cara Dhani memperingati Maia lewat omongan di media massa. "Itu kan jadi heboh. Tidak bagus mengemukakan ketidakpatuhan istri. Mungkin istri begitu karena dia tidak tahu. Jadi seharusnya dibimbing," ungkap Dadang.

Sebagai kepala dan imam dalam keluarga, menurut Dadang, laki-laki tidak boleh bersikap otoriter. Kendati Dhani melarang Maia bekerja, tetapi Maia harus diberi kesempatan mengutarakan argumentasinya. “Ini namanya demokrasi. Cuma kebanyakan suami-suami itu argumentasi maunya sepihak saja. Dari sudut laki-laki saja, dari perempuan enggak mau menerima," kata Dadang.

Kata Dadang, kalau istri punya banyak waktu luang di rumah dan ingin bekerja, boleh diberi kesempatan. “Kalau istri di rumah saja, tidak ada kegiatan apa-apa, menunggu suami dari pagi sampai sore, itu bisa ‘sakit’ juga. Harus diisi waktunya, asal tidak melalaikan tugas gandanya," urai Dadang.

Manajemen Marah

Dadang Hawari - Manajemen Marah

Kendalikan Amarah Anda

Aryo mudah sekali tersinggung. Hal sepele, seperti kopi yang kurang panas, dapat memicu kemarahannya. Aryo memang tidak sampai melakukan tindakan fisik tapi meja dan lemari dinding menjadi korban pukulan ayah dua putra ini. Mengapa pula orang seperti Aryo begitu mudah marah? Sebetulnya apa sih yang dimaksudkan dengan amarah?

Amarah adalah sifat alamiah yang dimiliki setiap manusia. Begitu kata Prof. DR. Dr. Dadang Hawari, Sp.KJ. Amarah manusia muncul karena adanya dorongan agresif yang lazim disebut dengan istilah human agressive. Dorongan rasa marah ini bisa saja muncul karena sesuatu terjadi di luar dugaan atau di luar perhitungan. Harapan yang tinggi sementara kenyataannya tidak demikian juga bisa menyebabkan kekecewaan dan dapat memicu rasa marah.

Sejalan dengan dengan pandangan Dadang Hawari, psikolog E. Kristi Poerwandari dari Bagian Psikologi Klinis, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mendefinisikan marah sebagai salah satu emosi. Secara garis besar dorongan marah itu disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor internal (dari dalam diri). Ada konflik internal yang tidak bisa terselesaikan dan akhirnya keluar dalam bentuk marah. Misalnya Anda merasa gusar karena tak bisa bangun pagi sehingga selalu terlambat rapat dengan klien. Kedua, faktor eksternal. Misalnya, ada provokasi dari luar.

Apapun penyebabnya, internal atau eksternal, marah merupakan emosi yang tersalur melalui sinyal pengantar syaraf atau neurotransmitter, pada sel-sel syarat pusat otak. Sinyal ini diteruskan ke kelenjar endokrin suprarenalis penghasil hormon adrenalin. Akibatnya tekanan darah naik. Mukanya menjadi merah, jantung berdebar-debar kencang mengikuti peningkatan hormon adrenalin tadi.

Biasanya dorongan untuk marah muncul untuk survival, atau mempertahankan hidup. Orang tidak akan diam saja manakala dirinya diserang atau diperlakukan tidak adil oleh pihak lain. Secara refleks akan timbul sikap mempertahankan diri, atau yang kita sebut defense mechanism.

Menurut Kristi, marah sering dianggap sebagai emosi yang negatif sebab marah membangkitkan toksin yang meracuni emosi, dan dapat memunculkan tindakan yang berdampak negatif, seperti melukai orang lain. Tapi marah tidak selalu itu buruk. Bila seseorang diperlakukan tidak baik, dan dia menunjukkan reaksi marah, itu dianggap sebagai hal yang wajar. Marah bisa dinilai positif ketika perasaan itu muncul saat melihat seseorang diperlakukan tidak adil, atau menimbulkan rasa ingin menolong. Artinya rasa marah itu bisa mendorong seseorang melakukan hal yang positif atau yang dianggap baik.

Ketika amarah diekspresikan secara destruktif (memaki, memukul, atau merusak barang), maka marah menjadi emosi yang buruk. Lepas kendali dapat memicu perasaan frustasi, bingung, dan tidak berdaya. Banyak gangguan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan oleh marah yang tidak terkendali. Hasilnya antara lain ketegangan di lingkungan kerja atau kekerasan dalam rumah tangga. Ekspresi marah ini juga dituding memicu kriminalitas, bahkan konflik internasional.

Jadi, kata Kristi lagi, marah akan berdampak buruk bila diungkapkan secara agresif dan berlebihan. Lebih buruk lagi bila yang bersangkutan tidak menyadari dirinya melakukan hal yang negatif. Karena itu ia menyarankan sebaiknya amarah dikeluarkan dengan syarat:

1. Marah haruslah karena alasan yang tepat, bukan karena faktor subyektif. Banyak kasus kemarahan timbul di lingkungan keluarga. Misalkan suami marah secara berlebihan karena merasa tidak dihargai oleh istrinya, padahal hanyalah pandangan subyektif sang suami.
2. Marah haruslah terkendali. Marah yang membabi buta, bisa merugikan diri sendiri dan orang lain.
Marah juga bisa berdampak negatif pada diri sendiri atau pada diri orang lain ketika yang bersangkutan tidak secara jujur mengakui rasa marahnya, atau memendam amarah. Marah yang tidak dikeluarkan bisa menyebabkan sakit kepala, nyeri punggung, mual, bahkan depresi. Mereka yang suka meremehkan, mengkritik, dan berkomentar sinis terhadap orang lain biasanya adalah orang yang tidak terbiasa mengekspresikan kemarahannya.

Meskipun sebaiknya rasa marah itu dilepaskan saja dan jangan disimpan, Dadang Hawari menilai pendapat ini tidak selalu baik untuk diterapkan. “Apakah kalau marah dilepaskan lantas kita menjadi puas? Apa bukan sebaiknya justru menyebabkan orang yang dimarahi menjadi sakit dan akhirnya menimbulkan persoalan baru ?” ujar psikiater itu. Lalu bagaimana baiknya? “Yang baik adalah kalau merasa marah, kita redam dan netralisir dengan diri sendiri sambil menyelesaikan pokok permasalahan yang dihadapi,” tambah Dadang.

Sebetulnya rasa marah itu bisa dikelola. Sebagai makhluk yang beradab, manusia tentu mempunyai mekanisme pengendalian diri. Ada orang yang mampu meredam marah tapi ada juga yang tidak bisa. Kalau pengendalian dirinya lemah, maka bisa terjadi agresivitas, dimana kemarahan secara fisik maupun verbal keluar membabi buta. Tapi orang sudah terlatih untuk bisa sabar, mekanisme internal di dalam dirinya bisa meredam emosi yang meletup-letup dan tidak terpancing untuk bertindak agresif.
Dadang Hawari mengatakan manajemen marah ini dilakukan dengan mengedepankan rasio dari pada emosional. Seseorang yang mampu mengelola amarahnya berarti melakukan mekanisme rasionalisasi dalam tubuhnya. Mekanisme ini mengantarkan pola pikir yang sifatnya positif sehingga bisa meredam konflik atau emosi. Tapi rasionaliasasi ini tidak muncul begitu saja, butuh kemauan, upaya dan latihan yang keras.

Dalam berbagai kasus, seseorang yang terbiasa marah secara agresif bisa dilatih untuk mengendalikan emosi. Caranya dengan mencari penyebab munculnya letupan marah tersebut. Misalnya pada kasus dimana rasa marah muncul untuk menutupi rasa kurang percaya diri, terapi yang dilakukan terlebih dahulu difokuskan pada upaya membangkitkan rasa percaya diri.

Menurut Kristi, salah satu terapi yang bisa diterapkan untuk mengontrol amarah adalah dengan membuat kontrak diri. Kontrak ini berisikan perjanjian tidak akan melakukan tindakan agresif yang merugikan orang lain. Bila melanggar, yang bersangkutan dikenakan sanksi yang berat. Substansi kontrak diri ini tidak bisa dibuat asal-asalan saja tapi harus dibahas bersama dengan psikolog.
Sebetulnya melatih diri mengelola amarah merupakan hal yang memang patut dilakukan, terutama untuk meningkatkan kualitas diri. Sekarang ini kualitas manusia tidak hanya ditentukan oleh IQ (Intelligence Quotient), tapi juga oleh EQ (Emotional Quotient).

Laporan : Faizah Fauzan

Pakai Pendekatan Agama
Dadang Hawari selalu menilik manajemen marah dari sudut agama dengan meyakini bahwa segala sesuatu mempunyai hikmah. Menghayati ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari bisa mengasah pengendalian emosi dalam diri seseorang. Agama apapun senantiasa mengajarkan manusia untuk bersabar diri dan bersikap toleransi antarsesama. Ibadah puasa contohnya, ritual yang dilakukan umat muslim selama sebulan dalam setahun ini bisa dijadikan ajang melatih self control (pengendalian diri). Menurut Dadang lagi, ada dua cara yang bisa membantu seseorang mengendalikan amarahnya, yakni: bersabar dan shalat.

Sebelum Anda Marah
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, menurut Kristi, ada yang perlu dilakukan sebelum mengekspresikan rasa marah:
1. Posisikan diri sebagai obyek marah. Pantaskah saya marah dan pantaskah dia saya marahi?
2. Berpikirlah untuk jangka panjang. Pikirkan apa dampaknya bila emosi marah dituruti, seperti bisa merusak hubungan dengan pihak yang bersangkutan.
3. Lakukan time out, dengan cara meninggalkan ruangan atau tempat dimana marah Anda terpicu.
4. Lakukan rileksasi dengan menghirup napas panjang untuk menenangkan diri.

Selintas hal-hal di atas terdengar mudah tapi bagi meraka yang mempunyai problem dalam mengontrol rasa marahnya hal di atas cukup sulit dilakukan.

Agama Modal Utama dalam Mendidik Anak

Dadang Hawari - Agama Modal Utama Dalam Mendidik Anak

Diambil dari Republika online

Dalam mendidik anak-anak mereka, pasangan Dadang Hawari dan Erny Hawari menjadikan agama sebagai bekal utama yang harus diberikan sejak dini. Sejak usia empat tahun anak-anaknya sudah dibiasakan untuk sholat berjamaah, minimal sholat Maghrib. Pada usia delapan tahun, anak-anak mereka pun telah diajari untuk menjalankan puasa.

Agama menurut pasangan Erny Hawari dan Dadang Hawari adalah bekal utama yang harus dimiliki anak-anaknya, karenanya dari kecil mereka sudah menanamkan nilai-nilai agama dalam mendidik anak mereka. "Anak bagi saya adalah segala-galanya, titipan Allah yang benar-benar harus saya jaga," kata Erny, isteri psikiater sekaligus guru besar tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ia mencatat betul betapa nilai agama sangat penting. "Bekal pendidikan agama itu perlu ditanamkan sejak dini, karena jika dibekali pemahaman agama yang benar, anak kita Insya Allah akan terjaga," kata Erny.

Dalam membekali nilai-nilai agama pada anak-anaknya, mereka mendatangkan guru mengaji ke rumah. Selain mengajari anak-anak membaca Alquran, juga menanamkan nilai-nilai agama. Ini dilakukan sejak anak pertama mereka duduk di bangku Sekolah Dasar, anak kedua berusia enam tahun, dan yang ketiga berusia tiga tahun.

Guru mengaji anak-anak mereka itu juga terus berhubungan baik hingga anak-anak mereka menikah. Sehingga sang guru mengaji seperti menjadi bagian dari keluarga sendiri.

Bekal ilmu agama, menurut Dadang, menjadi jaminan tersendiri dalam membesarkan anak-anaknya. Tanpa dipaksa, saat usia mereka delapan tahun, anak-anak telah mulai dilatih untuk menjalankan puasa. Bila puasa anaknya penuh, mereka tidak segan-segan untuk memberi hadiah.

Pemberian hadiah itu, kata Erny, setidaknya menjadi motivasi bagi anak-anak untuk puasa penuh lagi pada tahun berikutnya. "Sesibuk apapun, kita orang tua wajib meluangkan waktu untuk anak," tambah Dadang.

Perhatian, dengan meluangkan waktu untuk anak, tambahnya, bisa diibaratkan warisan paling berharga orang tua bagi sang anak. Karena, menurut pasangan Dadang Hawari-Erny Hawari ini, perhatian merupakan tali pengikat untuk membina hubungan psikologis antara orang tua dengan anak.

Hubungan psikologis dengan anak dijaga betul oleh kedua pasangan yang telah 38 tahun membina rumah tangga itu. Dadang Hawari juga turut mendidik anak-anaknya secara langsung. Ini dilakukan di tengah kesibukannya di bidang kedokterannya yang ditekuninya sejak 1968. Sepekan sekali, bersama sang isteri, ia meluangkan waktu untuk anak-anaknya melakukan refreshing sekeluarga.

Seminggu sekali, sejak anak pertama masih duduk di taman kanak-kanak (TK), mereka berekreasi ke luar, makan bersama, nonton bersama, atau pergi ke tempat hiburan. Ini menjadi rutinitas mingguan wajib keluarga Dadang Hawari. Hingga sekarang, walaupun ketiga anaknya telah berkelurga, kegiatan keluarga itu masih dijalaninya, walaupun tidak sesering saat anak-anak mereka masih kecil.

Bagi Erny yang kini aktif di Dharma Wanita, pendidikan bagi anak sangat penting. Selain pendidikan formal, iapun memasukkan anaknya untuk mengikuti pendidikan non-formal. Ketiga anaknya, ketika kecil mengikuti kursus musik. Hanief Hawari, dengan hobinya main bola, mengikuti sekolah musik gitar dan drum ketika kelas lima SD.

Begitu pula dengan kedua puterinya. Irawati Hawari, puteri keduanya, masuk sekolah musik (piano) ketika berusia enam tahun. Sedangkan si bungsu, Ivone Hawari, sekolah musik ketika berusia empat tahun. Si bungsu, bahkan sukses dengan hobinya main piano. "Kini ia menjadi pengajar musik piano," kata Erny kepada Republika.

Menganggap anak sebagai teman, tambahnya, menjadi satu cara untuk membina hubungan psikologis yang baik dengan anak. Hal itu juga untuk membina saling keterbukaan dengan sang anak. Sehingga, bila ada masalah di sekolah ataupun masalah lainnya, sang anak selalu bercerita padanya. "Teman anak saya, bisa dibilang teman saya juga," ujarnya.

Sepulang sekolah semasa SMP, misalnya, Hanif sering membawa teman-temannya main ke rumah. "Dan itu membuat saya lebih senang. Dari pada anak saya main ke luar, saya lebih senang kalau teman-temannya datang ke rumah," katanya.

Pernah ada teman dari puteri keduanya yang mengajak nonton anaknya. Ia pun membolehkan, dan sekeluarga menonton bersama dengannya. Hal ini dilakukan, tambah Erny, untuk menjaga hubungan yang baik pula dengan teman-teman anaknya. "Teman anak saya, ya teman kami juga," tegasnya.

Sampai sekarang, walaupun anak-anaknya sudah tidak tinggal dengannya lagi, namun teman-teman anaknya masih suka berkunjung ke rumahnya. Hal ini tidak lepas dari sikap Erny sebagai orang tua yang juga sebagai teman dari anak maupun teman anak-anaknya.

Hingga kini kedekatan dan keterbukaan itu masih terjaga. Kedekatan yang diawalinya semasa anak-anaknya kecil, dengan memberi air susu pada anak-anaknya, dirasakan benar sekarang kedekatan dengan anak-anaknya itu, meski mereka sudah berkeluarga dan tinggal terpisah dengannya. Seminggu sekali, anak-anaknya selalu meluangkan waktu untuk berkunjung ke rumahnya. "Saya tidak pernah kesepian," tuturnya.

Kadang-kadang cucu dari anak yang pertamanya, yang bersekolah tidak jauh dari kediaman Erny, mampir. Kemudian, Hanief -- anak pertamanya -- datang untuk menjemput anaknya pulang. "Bahkan, setiap pagi, anak saya yang pertama, sebelum pergi ke kantor, mampir dulu untuk pamitan pada saya," ujar Erny.

Semasa anak-anaknya sekolah, wanita yang menikah dengan Dadang Hawari 14 Februari 1965 ini selalu mengantar-jemput sekolah anak-anaknya. Hal itu menjadi kesenangan tersendiri baginya selama menjalani peranannya sebagai ibu rumah tangga. Dan juga menjadi salah satu cara untuk membina kedekatan dengan anak-anaknya. Menurutnya. dengan rutinitas seperti itu, menjadi salah satu jembatan komunikasi antara orang tua dengan anak, dan anak akan merasa diperhatikan oleh orang tua.

Tentang kasus kenakalan remaja yang sekarang ini banyak terjadi, seperti penggunaan obat-obat terlarang, Erny mengatakan kadang orang tua kecolongan oleh anaknya. Di rumah anaknya kelihatan baik, tapi si orang tua tidak mengetahui bagimana anaknya di luar. "Komunikasi yang dibangun mungkin kurang berjalan lancar. Karena itu, kembali lagi kepada bekal agama, yang menjadi modal utama dalam mendidik anak," katanya.

Dadang Hawari menambahkan, biasanya permasalahan anak sekarang ini, terutama remaja, kembali lagi pada bagaimana pola pendidikan yang diterapkan orang tua sewaktu dini. Selain itu, sejauh mana orang tua mampu mengikat hubungan psikologis dengan anaknya. Hubungan psikologis dengan anak sangat berperan dalam perkembangan pribadi sang anak.