Menjadi Konselor Keluarga Profesional
JAKARTA – MADANI ONLINE "Menjadi seorang konselor bukanlah perkara mudah. Semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan kesabaran ekstra untuk mendalami profesi seorang konselor," demikian tutur Prof. Suharyadi Sumhudi (68) pada sebuah pembekalan konselor, instruktur, dan staf Madani Mental Health Care (MMHC) di Jakarta, Ahad (26/9).
Suharyadi juga menambahkan bahwa salah satu pekerjaan konselor adalah membantu kliennya untuk keluar dari keguncangan jiwa (naqsum min anfus). Ia memberikan sebuah contoh kasus yang pernah ia tangani langsung yaitu seorang yang mengalami goncangan jiwa "hanya" karena merk mobilnya diganti. Bagi kita yang masih awam mungkin hal itu sebuah "hanya". Namun bagi segolongan orang bisa menjadi guncangan jiwa.
"Keadaan dan sikap orang itu bergantung pada lingkungannya." ungkapnya. Ia pun menyarankan kepada segenap peserta pembekalan untuk melakukan pendekatan (approach) dan menyelidiki latar belakang klien terlebih dahulu sebelum menetapkan terapi yang tepat untuknya.
Konselor, menurut Suharyadi, seperti seorang pendekar Kungfu. Dalam Kungfu dipelajari berbagai macam jurus untuk menghadapi dan menaklukkan para musuh dengan berbagai macam tingkat Kungfunya. Demikian juga dalam dunia kekonseloran. Seorang konselor harus menguasai berbagai macam "jurus" atau terapi yang tepat dalam melayani para klien. Tidak bisa satu jenis terapi diterapkan untuk semua klien.
Demikian halnya dalam melakukan terapi keluarga. Keluarga itu seperti bangunan yang satu. Jika satu anggota "sakit" maka kemungkinan anggota keluarga yang lain juga "sakit" sangatlah besar. "Kalau kita mau menangani sebuah keluarga maka kita harus melakukannya dengan perlahan." ujarnya.
Kepala Bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Ust. Jami Hadi Wibowo menyatakan dalam kata sambutannya bahwa tujuan acara pembekalan ini untuk menjadi semangat bagi para konselor dalam menjalankan tugas pembinaan. Selain itu sebagai sebuah ajang silaturahmi dengan Prof. Suharyadi Sumhudi yang juga merupakan salah satu guru bagi para konselor di Madani Mental Health care. (MOEIS)
Suharyadi juga menambahkan bahwa salah satu pekerjaan konselor adalah membantu kliennya untuk keluar dari keguncangan jiwa (naqsum min anfus). Ia memberikan sebuah contoh kasus yang pernah ia tangani langsung yaitu seorang yang mengalami goncangan jiwa "hanya" karena merk mobilnya diganti. Bagi kita yang masih awam mungkin hal itu sebuah "hanya". Namun bagi segolongan orang bisa menjadi guncangan jiwa.
"Keadaan dan sikap orang itu bergantung pada lingkungannya." ungkapnya. Ia pun menyarankan kepada segenap peserta pembekalan untuk melakukan pendekatan (approach) dan menyelidiki latar belakang klien terlebih dahulu sebelum menetapkan terapi yang tepat untuknya.
Konselor, menurut Suharyadi, seperti seorang pendekar Kungfu. Dalam Kungfu dipelajari berbagai macam jurus untuk menghadapi dan menaklukkan para musuh dengan berbagai macam tingkat Kungfunya. Demikian juga dalam dunia kekonseloran. Seorang konselor harus menguasai berbagai macam "jurus" atau terapi yang tepat dalam melayani para klien. Tidak bisa satu jenis terapi diterapkan untuk semua klien.
Demikian halnya dalam melakukan terapi keluarga. Keluarga itu seperti bangunan yang satu. Jika satu anggota "sakit" maka kemungkinan anggota keluarga yang lain juga "sakit" sangatlah besar. "Kalau kita mau menangani sebuah keluarga maka kita harus melakukannya dengan perlahan." ujarnya.
Kepala Bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Ust. Jami Hadi Wibowo menyatakan dalam kata sambutannya bahwa tujuan acara pembekalan ini untuk menjadi semangat bagi para konselor dalam menjalankan tugas pembinaan. Selain itu sebagai sebuah ajang silaturahmi dengan Prof. Suharyadi Sumhudi yang juga merupakan salah satu guru bagi para konselor di Madani Mental Health care. (MOEIS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar