POLIGAMI
(SAH DAN TIDAK SAH)
Prof. DR.Dr. H. Dadang Hawari, psikiater
SEJARAH
1. Masyarakat Arab sudah melakukan poligami sebelum Islam, tanpa batas jumlah isteri.
2. Nabi Muhammad saw hidup monogami selama 25 tahun (isteri Siti Khadidjah).
3. Nabi Muhammad saw menjalani poligami selama 5 tahun dalam keadaan darurat
perang (isteri pertama Siti Aisyah).
4. Usai perang turun ayat surat An-Nisaa.
5. Nabi Muhammad saw kembali monogami (Siti Aisyah).
6. Nabi Muhammad saw tidak setuju Syaidina Ali melakukan poligami terhadap
Fatimah puteri Nabi.
Ayat-Ayat
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bila kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga, atau empat. Jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil, maka (kawinilah) seorang saja,atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (QS. An Nisaa, 4 : 3)
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain”.
(QS: An Nisaa: 4: 129)
Hadits
“…Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan puteriku, kupersilakan mengawini puteri mereka”.(HR: Bukhari)
“Ada dua macam nikmat yang kebanyakan manusia terperdaya olehnya, yaitu nikmat sehat dan kelapangan”.(HR: Bukhari)
POLIGAMI YANG SAH :
BAB IX (Beristeri Lebih dari Satu Orang)
Pasal 55
• Beristeri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan, terbatas hanya sampai empat orang isteri.
• Syarat utama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
• Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristeri lebih dari seorang.
Pasal 56
1. Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.
2. Pengajuan permohonan izin pada ayat (1) dilakukan menurut tatacara sebagaimana di atur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975.
3. Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 57
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacad badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 58
(1) Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat
(2) maka untuk memperoleh izin Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi
syarat-syarat yang ditentukan pada Pasal 5 Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 yaitu:
a. adanya persetujuan isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-
isteri dan anak-anak mereka.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah
No. 9 Tahun 1975, persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara
tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis,
persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan isteri pada sidang
Pengadilan Agama.
(3) Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang
suami apabila isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin diminta
persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila
tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinya sekurang- kurangnya 2 tahun
atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.
Pasal 59
Dalam hal isteri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristeri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam Pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.
POLIGAMI YANG TIDAK SAH :
Perkawinan Dibawah Tangan atau Perkawinan Siri:
diam-diam, sembunyi-sembunyi atau rahasia.
Tidak Sah karena:
a. Dilakukan secara rahasia
b. Tidak ada catatan pernikahan (tidak ada Buku Nikah).
c. Tidak terbuka (tidak dipublikasi)
d. Merupakan “akal-akalan” dengan mengatas-namakan agama.
e. Merugikan isteri dan anak-anaknya (tidak ada jaminan hukum)
f. Tidak konsisten dan tidak istiqomah terhadap agama.
g. Diragukan niat poligaminya.
h. Diragukan keaslian identitas dirinya.
i. Tidak mampu berbuat adil terhadap isteri-isterinya dan anak-anaknya.
j. Tidak ada izin dari Pengadilan Agama.
k. Tidak ada persetujuan dari isteri pertama
l. Melanggar Undang-undang perkawinan Islam (UU No. 1
Tahun 1974) yang sudah memuat syariat Islam didalam nya.